Minggu, 18 Desember 2011

Don't Leave Me

Diposting oleh Icha Elias di 23.12
Author : Ummu Aisyah or Icha (@MrsEliasChoi on twitter)
Cast : Mutiara, Yujara and other cast
Inspiration : Davichi – Don’t Say Goodbye MV 
This story is purely mine! please don't take anything from here  



Gadis itu berjalan dengan lunglai dijalanan itu. Hujan pun tak kunjung reda. Ia hanya memeluk dirinya sendiri tanpa tau harus berlindung pada siapa. Hujan sudah membasahi tubuhnya, seluruh badannya sudah basah akibat air yang turun dari langit itu.

Ia berlari sedikit setelah melihat halte yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia memilih duduk dipojok halte, karena kebetulan halte itu sedang sepi. Tak ada orang yang sedang berteduh disana.

Gadis itu menangis dalam hujan. Ia tidak tau harus kemana. Ia tidak punya apapun lagi setelah kejadian ini. Ia merasa ia gadis paling malang didunia ini. Sekarang, ia harus merelakan dirinya akan mati kedingingan. Ia sama sekali tidak membawa apapun. Tak ada jaket, payung apalagi uang.

Matanya sudah tidak kuat untuk terbuka, ia menutup matanya perlahan.

*

Malam ini begitu menyebalkan bagi Yujara, pria itu belum juga pulang karena ada urusan bersama teman-temannya dikampus. Ia mendesah sebal ketika tau hujan ini belum sama sekali reda.
“Hujan ini kapan berhenti sih?!!” desahnya jengkel. Ia memang sedang memakai jaket, setidaknya ia bisa sedikit lebih hangat. Tapi ia tidak mau pulang karena cuaca masih mengerikan begini. Ia takut akan ada petir ditengah jalan dan mengganggu kendaraannya. Setelah beberapa menit ia berpikir, akhirnya ia mengambil keputusan. Ia akan pulang dengan jalan kaki atau naik bus. Ia tidak ingin motornya itu rusak hanya karena kehujanan. Lebih baik motornya ia simpan dikampus hingga esok hari. Setelah berbicara dan mengadakan kesepakatan dengan satpam dikampusnya, ia langsung berjalan menerobos hujan. Beberapa kali ia mendesah karena kehujanan.

Senyumannya terkembang ketika melihat sebuah halte yang tak jauh darinya. Ia berlari kecil kemudian duduk disana. Ia menoleh kekanan dan kekiri. “Kenapa sepi banget?” tanyanya pada diri sendiri. Ia mengangkat tangannya untuk melihat arloji miliknya. Jam menunjukan pukul 21.05.  Pantas saja sudah sepi. Yujara menunggu sebuah bus atau taksi yang akan mengantarkannya pulang kerumahnya. Karena jujur saja, ia sudah tidak tahan untuk tetap di halte sepi ini. Bagaimana kalau nanti ada orang jahat? Yujara memang sedikit pandai bela diri. Tapi ia tidak bisa menjamin dirinya akan selamat.

Bulu kuduk pria itu berdiri ketika mendengar suara desahan. Seperti sebuah desahan seseorang yang sedang kedinginan. Seharusnya pria tidak perlu takut, tapi suara desahan itu semakin terdengar ditelinga Yujara. Pria itu semakin ngeri. Dengan mengumpulkan seluruh keberanian, pria itu menoleh kearah yang menimbulkan suara itu.

Matanya membulat ketika melihat seorang gadis tengah duduk bersender kekiri. Ia memeluk lengannya sendiri, alih-alih untuk menghangatkan tubuhnya. Sebenarnya Yujara belum terlalu yakin gadis itu adalah manusia. Wajahnya begitu pucat, bibirnya bergetar. Dengan segala keberaniannya Yujara menghampiri gadis itu kemudian mengguncang bahu gadis itu.

“Hei, hei… Nona kau tidak apa-apa?” tanya Yujara. Namun gadis itu tidak menjawab, ia hanya terus mendesah kedinginan. “Nona, kau tidak apa-apa?” tanyanya lagi. Sekarang Yujara yakin kalau gadis itu adalah manusia. “Dingin….” Desisnya. Yujara bingung apa yang harus ia lakukan. “Ini sudah malam, dimana rumahmu? Apa kau punya nomor untuk dihubungi?” Yujara terus bertanya. Tapi percuma, gadis itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Yujara bisa melihat gadis itu semakin kedinginan. Ia tau tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membantu gadis itu.
Yujara lalu melepaskan jaket yang tadi dipakai olehnya dan memakaikannya ketubuh gadis itu. Ia tau bahwa gadis itu lebih membutuhkan jaket itu daripada dirinya. Yujara memperhatikan gadis itu dengan seksama. Tubuhnya basah kuyup, rambutnya pun basah. Sepertinya gadis ini kehujanan.
Pria itu menatap wajah gadis yang sedang menutup matanya disampingnya. Ia kemudian kembali berpikir. Ia akan membawa gadis itu kerumahnya. Ia tak mungkin tega membiarkan gadis yang sedang kedinginan dihalte begini kan?

Yujara kembali mengguncang tubuh gadis itu dan berkata “Nona, kau masih bisa berjalan ‘kan?” tanyanya. Gadis itu membuka matanya. Walaupun penglihatan matanya masih sangat buram dan terbayang-bayang. Ia menatap Yujara dengan tatapan memelas.
“Aku akan membawamu kerumahku, kumohon bertahanlah sebentar..” ucapnya. Pria itu langsung berdiri dari tempatnya dan mencoba mencari taksi yang lewat. Yujara benar-benar berharap menemukan taksi untuk mengantar ia dan gadis itu pulang.

Beberapa menit kemudian Yujara menghela nafas lega karena ia berhasil menemukan taksi yang sedari tadi ditunggunya. Ia baru sadar, mencari taksi kali ini lebih sulit dari apapun. Karena kali ini taruhannya adalah nyawa seorang gadis. Walaupun gadis itu tidak ia kenal, belum ia kenal.
Setelah memberhentikan taksi dan membuka pintunya, ia langsung menghampiri gadis itu kemudian menggendongnya masuk kedalam taksi. “Terima kasih” ucap gadis itu pelan pada Yujara, suaranya terdengar bergetar dan parau. Yujara mengangguk pada gadis itu. Syukurlah, ia bisa menyelamatkan gadis itu.

*

Sinar matahari menyeruak masuk kedalam sebuah jendela kamar. Gadis itu masih belum terbangun dari tidurnya pagi ini. Ia masih terlalu lelah untuk bangun dari ranjangnya. Malam itu ia memang kehujanan dan berteduh disebuah halte. Dan seingatnya, ia ditolong oleh seorang pria yang menemukannya dihalte tersebut.
Gadis itu menggeliat didalam selimutnya sebelum ia membuka matanya. Perlahan tapi pasti kelopak matanya terangkat naik. Ia sedikit membelalakan matanya ketika ia melihat langit-langit rumah.
Ini dimana? tanyanya. Ia mengubah posisinya menjadi terduduk diranjang itu. Rumah itu begitu sepi dan sunyi, ia bisa merasakan suasana asri dirumah ini. Dan semalam, ia tidur sangat nyenyak. Sudah lama ia tidak merasakan itu. Intinya, ia harus berterima kasih pada pria yang sudah menolongnya.

Gadis itu beralih turun dari ranjangnya, ia berjalan menyusuri ruangan itu dan melihat beberapa barang disana. Hingga ia menemukan sebuah figura yang berdiri diatas sebuah meja disamping laptop milik Yujara. Foto itu mengobyekan seorang pria bersama seorang gadis sedang tersenyum lepas disana. Wajah gadis di foto itu sangatlah cantik, mereka tersenyum tanpa cela. Seolah mereka takkan pernah bisa saling melepaskan. Tangan gadis itu sudah akan meraih figura itu, berniat ingin melihatnya lebih jelas. Namun hal itu tidak jadi ia lakukan setelah melihat pintu kamar terbuka.

“Oh, kau sudah bangun?” Yujara tersenyum riang melihat gadis itu sudah bangun dari tidurnya. Ia berjalan menghampiri gadis itu. Gadis itu tidak menjawab, ia memasang wajah ketakutan saat melihat Yujara akan berjalan menghampirinya “Kau pasti lapar ‘kan? Sekarang lebih baik kau mandi lalu kita makan bersama” suruh Yujara memberikan perhatiannya. Gadis itu terdiam, ia tidak seharusnya ketakutan pada Yujara. Ia mengangkat wajahnya melihat wajah Yujara langsung. Entah kenapa gadis itu merasakan jantungnya berdebar ketika ia melihat wajah pria itu.

“Ayo kita kebawah” Yujara menyambar tangan gadis itu dan mengajaknya kebawah. Mereka berjalan menuruni tangga dengan Yujara yang masih menuntunnya. Takut gadis itu jatuh mungkin, sehingga Yujara harus benar-benar menjaganya. “Ohya, namamu siapa?” Yujara bertanya ketika mereka sudah berada dibawah.

“Nama..namaku, Mutiara” jawab gadis bernama Mutiara itu pelan. “Waw, namamu indah sekali..” puji Yujara. Mutiara tersenyum manis menanggapinya. “Baiklah Mutiara, lebih baik kau mandi dulu, setelah itu kita sarapan”
 Mutiara mengangguk mengerti. Yujara tersenyum lebar melihat Mutiara yang begitu polos menuruti perintahnya.

*

Setelah beberapa menit Mutiara berkutat dikamar mandi. Akhirnya ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri Yujara yang sedang mempersiapkan sarapan untuk dirinya.
 
“Kau sudah sele-” kata-kata Yujara tertahan ketika ia melihat Mutiara yang sudah ada dihadapannya. Gadis itu memakai kemeja berwarna putih yang dipinjamkan oleh Yujara. Mungkin karena tubuhnya yang mungil, kemeja itu terlihat sangat besar ditubuh Mutiara. Tapi Yujara sedikit terpana melihat Mutiara yang sedang menggosok rambutnya dengan handuk, gadis itu begitu memukau seperti seorang yang sedang iklan shampoo. Ia baru menyadari gadis itu begitu cantik dengan pakaian yang begitu sederhana. Berbeda dengan pertama kali mereka bertemu dihalte kemarin.

Kulit Mutiara terlihat putih dan bersih ketika ia sudah mandi. Dan itu mampu membuat Yujara terkagum dan terpana akan dirinya. “Eh, hehe kau sudah selesai?” Yujara jadi salah tingkah. Mutiara mengangguk.
“Duduklah” Yujara menarik salah satu bangku dimeja makan. Mutiara menelan ludah ketika ia melihat makanan yang begitu banyak dihadapannya. Ia sudah tidak sabar untuk melahapnya. Setelah ia ingat kemarin ia belum makan sama sekali. “Nah Mutiara, makanlah yang banyak” ucap Yujara yang sudah duduk tepat dihadapan Mutiara. Gadis itu tersenyum kemudian meraih sendok dan mulai melahap makanan dihadapannya. Ia mengambil perlahan tapi pasti semua lauk yang terhampar didepannya. Ia makan dengan gerakan tidak santai, ia makan seperti orang yang tidak pernah diberi makan selama berapa tahun. Ia tidak berpikir kalau Yujara akan ilfil dan risih akan sikapnya. Yah,  ia benar-benar tidak ambil pusing sepertinya.

Tapi ternyata Yujara sama sekali tidak ilfil ataupun risih, ia justru tertawa melihat Mutiara yang bersikap begitu apa adanya didepan dirinya. Ia tidak terlalu suka dengan sikap orang yang terlalu jaga imej jika didepan laki-laki. Saking terlalu cepat gaya makan gadis itu. Ia pun tersedak. “Uhuk..uhuk” Yujara langsung memberikannya segelas air untuk menetralisirkannya. “Maaf” ucapnya setelah meminum airnya.
“Tidak apa-apa, aku justru lebih suka melihatmu begitu” balas Yujara masih dengan tersenyum. Entah sudah keberapa kalinya. Yang Mutiara tau, pria itu begitu murah senyum padanya.
“Mutiara, boleh aku tau dimana tempat tinggalmu? Kau punya keluarga disini?” tanyia Yujara. Mutiara menghentikan makannya dan menatap Yujara dengan pandangan seperti tidak punya apa-apa. Gadis itu kemudian menggeleng. “Tidak, aku tidak punya siapapun disini” jawabnya lirih. Yujara merasa bersalah. Tidak seharusnya ia bertanya hal itu pada Mutiara. Pria itu berpikir sejenak, kemudian berkata “Hm, kalau begitu.. kau bisa tinggal dirumahku” Yujara berkata sangat yakin. “Apa?”
“Iya, kebetulan aku juga kesepian disini. Orang tuaku sedang berada diluar negeri dan adikku juga ikut orang tuaku untuk bersekolah disana.” jelas Yujara, gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima tawaran pria itu. Karena ia juga tidak tau ia harus kemana lagi. Lagipula Yujara seorang pria yang baik, tidak seperti pria-pria lain yang brengsek yang Mutiara pikir.

*

Sudah seminggu lebih Yujara dan Mutiara tinggal satu atap bersama. Hari-hari mereka bagaikan sebuah dongeng. Mereka tidak pernah percaya mereka akan dipertemukan. Mereka mempunyai begitu banyak kecocokan. Yujara juga harus mengakui bahwa ia menyukai gadis itu. Begitupun Mutiara. Bagi Yujara, Mutiara mempunyai pribadi yang menyenangkan. Rumahnya yang dulu sunyi dan sepi sekarang menjadi ramai karena Mutiara selalu mengisi hari-harinya dengan kepolosan dan candaanya.
Mereka merasa mereka seperti sepasang pengantin baru yang sedang honeymoon bersama. Tak dapat ia pungkiri kehidupan Mutiara jauh lebih baik dibanding mimpi buruk yang kemarin-kemarin sempat ia kecap. Dan ia sama sekali tidak ingin untuk meninggalkan Yujara ataupun kehidupannya yang sekarang. Ia selalu berdoa pada Tuhan ia tidak dipisahkan dengan pria itu dan tetap bersamanya sampai waktu benar-benar akan memisahkan mereka.


Siang itu mereka sedang berada ditaman rerumputan didekat wilayah tempat tinggal Yujara, mereka berniat untuk piknik dan menghabiskan waktu disana. Begitu sampai ditempat itu, Mutiara langsung turun dari motor pria itu dan berlari kearah rerumputan hijau disana. Ia begitu bahagia setelah tau Yujara akan mengajaknya ketempat seindah ini. Yujara yang melihat Mutiara yang langsung berlarian direrumputan itu hanya tersenyum geli. Ia benar-benar tidak bisa menahan senyumannya jika sudah melihat Mutiara yang sangat ceria, Yujara bisa melihat garis bahagia di wajah Mutiara. Jujur, ia lebih suka Mutiara seperti ini. Ia tidak suka melihat Mutiara hanya diam dan mengeluarkan raut wajah kegalauan atau kesedihan yang terlihat dimatanya.

“Yujara… ayoo kesini!!!” teriak Mutiara melambaikan tangan kanannya pada pria itu. Tapi pria itu hanya tersenyum dan membalas lambaian tangan Mutiara kemudian berkata “Aku mempersiapkan yang disini dulu” mendengar itu Mutiara memanyunkan bibir mungilnya kemudian kembali berlari direrumputan sana. Sesekali ia menoleh kearah Yujara yang sedang menyiapkan tempat untuk mereka lesehan nanti. Bodohnya, gadis itu bukannya membantu ia malah menonton pria itu dari kejauhan.
“Lebih baik kau membantuku” kata Yujara yang menyadari Mutiara sedang memperhatikannya. “Tidak mau.. itu nanti saja! Ayo kita main disini!!!” rengek Mutiara dengan gaya manjanya. Dan karena tidak tahan melihat Yujara yang sibuk sendiri, ia langsung menghampiri pria itu dan menarik-menarik bajunya. “Ayo cepat! Aku ingin kita main disana!!” kata Mutiara masih dengan gaya manja andalannya. “Kau bisa main sendiri dulu ‘kan?” timpal Yujara. “Tidak mau, aku ingin main bersamamu.. ayooo” suara rengekan itu semakin jelas terdengar ditelinga Yujara. Mau tidak mau. Pria itu harus mengikuti kemauan Mutiara sebelum bajunya robek akibat ditarik tangan gadis itu.

Gadis itu menuntunnya berjalan ketengah ilalang dan rerumputan hijau ditaman itu. Setelah tiba ditengah sana. Mutiara langsung berlari-lari dan berputar putar disana. Ia seperti anak kecil yang senang diajak ketaman bermain. Begitu kekanak-kanakan.
Tak beberapa lama kemudian, rintik-rintik hujan mulai membasahi tanah. Yujara sedikit terlonjak “Mutiara, ayo kita berteduh dulu” kata Yujara menarik tangan Mutiara untuk berteduh disebuah pohon besar didekat sana. Namun Mutiara malah menepis tangan Yujara dan kembali ketengah taman diudara hujan itu. “Eh.. kau sedang apa disitu?? Nanti kau bisa sakit!! Ayo kemari”
“Tidak mau! Kau saja yang kesini, aku ingin hujan-hujanan sekarang…”
“Bodoh! Kalau nanti kau sakit, bagaimana?”
“Hehehehe.. tidak akan, kau diam saja disitu ya.. aku ingin menunjukan sesuatu!”
Alis Yujara terangkat. “Hah? Sesuatu apa?” tanyanya heran. Ia menatap bingung gadis yang sedang dibawah hujan dihadapannya. Mutiara sedang tersenyum cerah disana. Ia mulai menggerakan tubuhnya dibawah rintikan hujan. Mutiara menari dalam hujan. Sungguh pemandangan itu sangat indah dimata Yujara yang sekarang sedang ternganga dibuatnya, melihat kulit putih dan tubuh mungil Mutiara menari layaknya penari balet ditengah derasnya hujan. Rambut hitam panjangnya terkibas mengiringi tariannya. Pria yang sedang melihat pertunjukan itu sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Mutiara. Ia kagum, ia sangat terpana melihat gadis itu. Bagi Yujara, Mutiara benar-benar seperti sebuah Mutiara berharga yang sedang bersinar didalam hujan.

Entah karena ada magnet apa, Yujara merasa tubuhnya ditarik. Ia menghampiri gadis itu dan tersenyum lembut kepada gadis itu ketika ia sudah berada didepannya. Namun senyumannya menghilang setelah ia menyadari yang ia lihat dihadapannya bukan Mutiara, melainkan seseorang. Seseorang yang sangat berarti baginya, seseorang yang sekarang.. telah menghilang. Seseorang yang bahkan sama sekali belum ia lupakan. Yujara mengerjapkan matanya dan menggelengkan kepala. “Ini Mutiara, bukan Vinnie” ucapnya dalam hati meyakinkan dirinya sendiri. Sekarang ia bisa melihat Mutiara yang ada dihadapannya. Bukan Vinnie yang tadi sempat membayangi pikirannya.

“Kau bisa berdansa?” tanya Yujara dihadapan gadis itu. Kali ini tubuh pria itu pun juga ikut basah kuyup akibat derasnya hujan. Mutiara menggeleng. “Tidak juga”
“Mau berdansa denganku?” tawar pria itu. Mutiara tertawa kecil dan mengangguk. “Boleh, kau siap kalau orang-orang bilang kita ini tidak waras? Menari ditengah taman dan kehujanan?”
“Aku tidak peduli” jawab Yujara santai, pria itu mengulurkan tangan kanannya dihadapan Mutiara. Seolah ia adalah pangeran yang mengajak sang puteri untuk berdansa. Mutiara menyambut uluran tangan pria itu dan membiarkan Yujara merangkulkan tangannya dipinggangnya dengan ringan. Tangannya ia sampirkan dibahu Yujara dengan canggung. Mereka berdansa ringan selama beberapa menit ditengah hujan. Walaupun tak ada sedikitpun musik yang sedang mengiringi. Tapi mereka senang, tak henti-hentinya Mutiara dan Yujara tertawa kemudian tersenyum geli. Mereka berdua juga sama sekali tidak peduli ada orang orang yang lewat dan melihat mereka tengah berdansa dengan pandangan yang aneh. Yang mereka tau, mereka sangat senang hari ini. Setidaknya, Mutiara bisa membuat Yujara tersenyum setelah lama ia tidak pernah tersenyum lepas seperti ini.

*

“Kau senang?” tanya Yujara ketika mereka sudah berada di balkon paling atas dirumahnya. Yujara dan Mutiara duduk menghadap kearah sunset yang terbentang didepan mereka. Sangat indah. Mereka telah melewati hal-hal yang menakjubkan hari ini. Selain berdansa ditengah hujan, mereka juga pergi kebeberapa tempat untuk memperlengkap hari mereka. Mutiara tidak bisa melupakan bagaimana debar jantungnya ketika ia dan Yujara berdansa ringan di taman saat hujan-hujanan tadi.

“Ya, aku sangat senang.. aku bahkan belum pernah begini sebelumnya. Terima kasih ya” ucap Mutiara tulus dan menatap Yujara yang sedang tersenyum. “Ya, aku juga sangat senang hari ini”
Mereka terdiam selama beberapa saat sambil melihat terbenamnya matahari dibalkon rumah Yujara. Pemandangan sunset itu mampu menambah atmosfir romantis diantara mereka.
 
Tiba-tiba Yujara merasa ada sesuatu yang menindih bahunya ringan. Ia menoleh kearah Mutiara, dan benar. Ternyata gadis itu sedang menyenderkan kepalanya kebahu pria itu. Yujara sama sekali tidak keberatan. Ia hanya menahan senyum.

“Yujara” panggil Mutiara masih dengan posisi bersender kepada bahu pria itu. “Hem?”
“Boleh aku tau siapa gadis yang ada di foto bersamamu?” tanya Mutiara pelan, raut wajah Yujara berubah menjadi sedih. Yujara terdiam sejenak. Mutiara sedikit menyesal telah bertanya. Tapi ia sungguh penasaran dengan foto gadis yang sedang berfoto mesra dengan Yujara. “Haruskah aku memberitahumu?” Yujara malah balik bertanya. “Tentu, aku.. aku sangat ingin tau”
“Dia, dia gadis yang sangat kucintai” jawabnya sambil menundukan kepalanya. Yujara sama sekali tidak berani menoleh kearah Mutiara untuk menatapnya, ia takut. Ia takut ia tidak mampu untuk berkata tentang gadis yang ia cintai kepada gadis itu. “Dia pacarmu?” tebak Mutiara. Iya, tebakan gadis itu sangat benar. Yujara hanya membalas tebakan gadis itu dengan anggukan.
“Tapi dia menghilang” gumam Yujara lirih. “Menghilang? Kenapa? Kenapa bisa?” Mutiara kaget bukan main mendengar pernyataan dari gadis itu. “Aku tidak tau, sudah 3 tahun orang-orang mencarinya tapi sama sekali tak ada hasilnya, banyak yang bilang kalau gadisku itu sudah mati” jawab Yujara dengan nada yang amat pelan. Ia tersenyum setelah mengakhiri kata-katanya. Tersenyum pedih. Ia bisa merasakan dadanya sesak dan sakit ketika ia menceritakan tentang gadis yang ia cintai itu kepada Mutiara, ada pula rasa bersalah yang memperlengkap perasaannya. “Siapa namanya?” tanya Mutiara lagi. Yujara menoleh kearah gadis itu. “Vinnie, nama pacarku adalah Vinnie”
 
Mutiara mengangguk mengerti, ia mencoba untuk tidak bertanya lebih jauh tentang gadis itu lagi. Hatinya sudah cukup sakit mendengar itu. Jika ia boleh jujur, ia sama sekali tidak ingin gadis itu ditemukan dan merebut Yujara darinya. Ia tidak ingin kehilangan pria itu, pria yang telah menolongnya. Pria yang telah membuatnya merasakan.. jatuh cinta. Pria yang ia cintai dan sekarang menjadi pilar pelindung dan penyemangat hidupnya.

Satu yang ia bisa adalah, ia berdoa. Ia berdoa agar ia tidak dipisahkan dengan Yujara. Ia sangat takut jika hal itu terjadi.

“Dan, sekarang giliran aku yang bertanya padamu” ucap Yujara yang sekarang sudah menghadap ke wajah Mutiara. “Apa?”
 
“Kau sebenarnya darimana? Kenapa aku bisa menemukanmu di halte? Dan kau bilang kau tidak punya keluarga disini?” Yujara membeberkan beberapa pertanyaan yang ia pendam sejak ia bertemu dengan Mutiara pertama kali. Mutiara tersenyum menanggapinya, kemudian ia membuka mulutnya “Aku.. aku kabur dari rumahku”
 
Yujara membulatkan matanya terkejut “Apa? Kabur? Kenapa?”
“Aku tinggal bersama orang tua tiriku, orang tua kandungku telah meninggal beberapa tahun yang lalu” Mutiara menarik nafas sejenak. Yujara masih menanti kelanjutan dari cerita gadis itu. “Awalnya aku senang aku akan mempunyai orang tua baru, mereka kelihatan sangat menyayangiku.. tapi ternyata.. aku salah besar, dugaanku meleset. Mereka berdua hanya memperbudakku, mereka merawatku bukan untuk dijadikan anak melainkan dijadikan pembantu. Karena tidak tahan, aku mencoba untuk melarikan diri dari mereka. Bahkan aku pernah berjanji bahwa aku lebih baik mati daripada bertemu dengan mereka lagi! Aku..aku tidak ingin dilakukan seenaknya oleh mereka… lebih baik aku mati” jelas Mutiara panjang lebar, isakannya mulai terdengar mengiringi air mata yang sudah membanjiri pipinya. Mendengar itu mata Yujara berkaca-kaca. Ia tidak bisa menahan gejolak dirinya untuk tidak memeluk gadis itu. Ia menarik tubuh Mutiara kedalam dekapannya kemudian mengelus rambutnya lembut. Membiarkan Mutiara menangis didalam dadanya. Membiarkan air mata Mutiara membasahi bajunya. “Maaf, tidak seharusya aku bertanya padamu” ucap Yujara dengan nada menyesal. Mutiara berbisik “Jangan tinggalkan aku, aku tidak ingin mimpi buruk itu menghampiriku lagi.. aku benar-benar tidak ingin” Yujara terdiam sejenak kemudian berkata “Ya, aku tidak akan meninggalkanmu”

*

Yujara sedang mengerjakan tugas dari dosen ketika ia mendengar getaran yang dihasilkan oleh handphonenya. “Ddddrrttt” setelah meraih handphonenya, ia menekan tombol jawab dan menempelkannya ketelinga kananya. Yujara mengerutkan keningnya ketika ia menyadari nomor itu sama sekali tidak ia kenal “Hallo” sapanya.
“Ini dengan Yujara?” tanya suara diseberang teleponnya. Suaranya terlihat tegas dan agak menyeramkan untuk didengar. “Ya, itu aku.. siapa ini?” Yujara semakin penasaran.
“Kenapa kau menolong gadis itu?” suara itu semakin terdengar tegas dan sedang marah ditelinga Yujara. Ia sedikit berpikir. “Gadis itu?” tanyanya pelan. Yujara langsung menegang. “Kenapa kau menolong Mutiara?” suara itu kini menyebut nama Mutiara. Yujara langsung membelalakan matanya. “Siapa ini?” tanya Yujara  lagi dengan nada sedikit ketakutan. Mungkinkah yang meneleponnya adalah orang tua Mutiara?
“Dengarkan aku baik-baik. Aku tau kau sedang mencari kekasihmu yang hilang tiga tahun yang lalu” pria itu diam sejenak. Yujara menelan salivanya yang tiba-tiba sulit ia telan. Kekasih? Apa yang ia maksud itu Vinnie? Gumam Yujara dalam hati. “Aku tau dia dimana sekarang, mari kita bertukar. Aku membutuhkan Mutiara”
Apa yang pria ini bicarakan? Kenapa ia membawa Mutiara dan Vinnie? Dan ia bilang ia minta aku bertukar dengannya?
Seluruh memori dua gadis itu ada dipikirannya saat ini. Otaknya saling berkemelut. Disatu sisi ia ingin kekasih tercintanya Vinnie untuk kembali kepelukannya namun disatu sisi ia sangat memberatkan Mutiara. Ia sama sekali tidak ingin melihat gadis itu disakiti, lagipula ia sudah berjanji ia akan selalu melindunginya dan tidak akan meninggalkannya. Dilema. Rasanya yang Yujara rasakan sekarang. Tubuhnya lemas seketika, ia tak bisa berpikir apapun lagi. Yang ada dipikirannya kali ini adalah dua gadis yang paling berarti baginya itu. Ia ingin Vinnie kembali, tapi ia tidak ingin Mutiara pergi. Sangat egois. Ya, katakan saja Yujara pria yang egois. Tapi, ia tak mungkin bisa membiarkan Mutiara bersama orang tuanya dan membiarkan gadis itu menghadapi semuanya sendirian? Mutiara terlalu rapuh untuk melalui semua ini.
Yujara menolehkan wajahnya kearah Mutiara yang sedang menggambar disebuah buku catatan. Sesekali gadis itu tersenyum senang melihat hasil gambarnya. Mata Yujara terlihat berkaca-kaca. “Mutiara, haruskah aku melepasmu?” ucapnya pelan. Tentu saja Mutiara sama sekali tidak dengar.

*

Mutiara tak henti-hentinya tersenyum sejak tadi, ia sangat senang setelah mengetahui Yujara mengajaknya ketaman itu lagi. Taman dimana Yujara pernah mengajaknya berdansa disana. Awalnya Mutiara sedikit heran karena sejak tadi pagi ia belum melihat Yujara tersenyum. Pria itu hanya menunjukan ekspresi datarnya. Jelas saja dari tadi pagi mereka berdua belum bercanda sama sekali. Mutiara memberikan sugesti pada dirinya sendiri. Mungkin saja Yujara sedang banyak tugas sehingga ia kelelahan. Itulah yang membuat Mutiara menahan rasa penasarannya.
“Yujara, kita mau kemana? Kau ingin mengajakku berdansa disana lagi?” tanya Mutiara dengan kepolosannya. Yujara hanya menoleh sejenak kearahnya dan tersenyum kecut. Ya, itu hanyalah senyum paksaan. Mutiara mengernyit bingung. Kenapa Yujara begitu pendiam hari ini? Apakah Mutiara telah berbuat salah padanya?

Mereka berdua terus berjalan dilapangan taman itu, Mutiara berjalan tepat dibelakang Yujara. Hingga ia melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam tiba dipinggir lapangan. Nafas Mutiara tercekat, ketakutan langsung menyergap dirinya saat ia melihat seorang pria yang berumur sekitar tiga puluh lima-an keluar dari mobil itu. Demi Tuhan, ia kenal siapa orang itu! Itu orang tua angkatnya yang telah menyiksanya. Kenapa ia bisa ada disini?

Wajah Mutiara memucat, ia terlihat sangat gelisah. Ia menghentikan langkahnya, wajah ceria yang beberapa menit lalu masih tergambar diwajahnya kini memudar. Gadis itu melangkahkan kakinya mundur ketika ia melihat pria yang berumur itu menarik dengan paksa seorang gadis untuk keluar dari mobil. Mutiara menelan ludah, ia takut. Sangat amat takut. Ia bisa melihat gadis yang baru keluar dari mobil itu adalah Vinnie. Kekasih Yujara yang sudah menghilang bertahun-tahun yang lalu.  
Menyadari langkah Mutiara yang terhenti, ia langsung membalikan badannya dan menatap gadis itu dengan tatapan yang datar. Ia tau Mutiara sedang gelisah dan ketakutan. Ia mendekatkan tubuhnya ke gadis itu kemudian menarik tangannya. “Ayo kita kesana” ucap Yujara tanpa menatap mata Mutiara. “Tidak!” Mutiara menahan tangan Yujara dari tangannya. Mencegah pria itu untuk menariknya kesana. “Aku tidak mau” Mutiara menatapnya dengan tatapan memohon. Yujara mengalihkan pandangannya ke mobil itu. Ia bisa melihat seorang gadis sedang berada disamping pria berumur itu. Dan ia sangat mengenal siapa gadis itu. Sejujurnya, ia sudah tidak tahan untuk memeluk gadis yang sudah tiga tahun ia cari itu. Tapi.. Mutiara. Haruskah ia mengembalikan gadis ini kepada orang tua angkatnya. Ia memang telah berjanji pada ayah angkat Mutiara untuk bertemu dengannya disini.
Beberapa detik Yujara berpikir, ia menuduh dirinya sebagai orang terbodoh dan orang paling jahat sedunia. Ia tidak bisa. Sama sekali tidak bisa.
Yujara hendak melepaskan cengkraman tangan Mutiara dan meninggalkannya. Namun.. “Tidak! Jangan pergi..” kata Mutiara setengah berteriak sambil menahan tangan pria itu. Mutiara masih menatapnya ketakutan. Ketakutan akan pangerannya meninggalkannya. Ia tidak mau pangeran dalam kehidupan dongengnya akan meninggalkannya. “Kumohon jangan pergi, kau sudah berjanji padaku untuk menjaga dan melindungiku.. kumohon jangan tinggalkan aku” mohonnya sambil meringis ketakutan. Air mata sudah berada diujung mata gadis itu.
“Kumohon Yujara, hanya kau yang bisa menolongku” kata Mutiara sekali lagi. Yujara bingung, jika ia bisa, ia ingin Tuhan mengambil nyawanya daripada harus seperti ini. Dan ia sama sekali tidak mungkin untuk membawa Mutiara pulang dan membatalkan perjanjian ini. Yujara menutup matanya kemudian menarik nafas. “Maaf” ucapnya tegas kemudian melepaskan cengkraman Mutiara dengan kasar.

Yujara, katakanlah pria itu adalah pria terjahat didunia ini. Katakan saja begitu. Ia berjalan dengan langkah yang gontai menghampiri Vinnie kekasihnya. Kekasih yang sudah tiga tahun ia rindukan. Kekasih yang amat ia cintai. Inilah realita yang harus ia pilih. Ia mencintai Vinnie dan ia sangat tidak mungkin meninggalkan Vinnie untuk memilih Mutiara. Pria itu berjalan menghampiri Vinnie masih dengan wajah datar. Ia tak tau harus menunjukan ekspresi apa saat ini. Ia bahagia bisa melihat Vinnie selamat, walaupun wajahnya sekarang sangat lusuh. Kenangan demi kenangan tergambar dipikiran Yujara. Senyum Mutiara, tarian balletnya ditengah hujan, bagaimana Mutiara berdansa bersamanya. Semuanya masih terlihat jelas. Tapi dengan melihat senyuman Vinnie, semua kenangan itu terasa terhapus.

Iya, aku adalah kekasih Vinnie. Aku tau aku mencintai Mutiara. Tapi, dia bukan untukku. Vinnie adalah takdirku. Bukan Mutiara. Yujara tersenyum kemudian menarik dan mendekap gadis yang bernama Vinnie itu dipelukannya. Ia bahagia, walau ia harus akui dadanya terasa teriris saat ia harus meninggalkan Mutiara.

Mutiara menangis melihat pria yang ia cintai meninggalkannya, ia terisak melihat perlakuan Yujara. Kenapa? Bukankah Yujara adalah pangeran baik hati yang telah menolongnya ditengah hujan waktu itu? Kenapa Yujara begitu bertolak belakang saat ini. Ia sama sekali tidak menghiburnya disaat Mutiara galau, ia tidak memeluknya saat Mutiara menangis. Mutiara merasa dirinya hanya seperti sampah sekarang. Barang yang sama sekali tidak berharga. Ia sangat mencintai Yujara. Tapi kenapa saat ini pria itu malah membuangnya? Kenapa ia malah menukar dirinya dengan kekasihnya? Apakah gadis itu sangat tidak berarti baginya?
Hati Mutiara sakit sekali. Ia sama sekali tidak bisa menggambarkan rasa sakitnya itu.
“Yujaraaa!!” teriaknya membahana. Ia semakin berteriak histeris ketika Ayah tirinya menarik paksa tubuhnya untuk masuk kedalam mobil. Ia terus memanggil nama Yujara ketika ia diperlakukan kasar. Namun itu semua percuma! Yujara sama sekali tidak menoleh untuk sekedar menghadap kearah wajahnya. Dengan santainya Yujara berjalan sambil menuntun Vinnie menjauh dari tempat itu. Bahkan ia sudah berjanji dengan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan ketempat ini lagi. Tempat dimana ia mendapat kenangan indah bersama Mutiara. 

Yujara berjalan menjauh. Tanpa mempedulikan teriakan Mutiara, berpura-pura tidak dengar, walaupun Mutiara berteriak, menangis dan memohon padanya. Yujara tak akan kembali untuk menolongnya. Tidak akan pernah.

*

“Hei tidakkah kau merasa kisahmu itu seperti dongeng? Um, Cinderella mungkin?” Yujara terkekeh sambil mengusap puncak kepala Mutiara. “Iya, aku juga berpikir begitu”
“Lalu siapa pangeranmu? Aku ‘kan?” Yujara tersenyum menggoda pada Mutiara, Tatapan gadis itu melembut. “Ya, kau lah pangeranku”

FIN

0 komentar:

Posting Komentar

 

Icha's Room Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review