Sabtu, 06 Oktober 2012

Sistem Informasi pada Perusahaan

Diposting oleh Icha Elias di 05.07 0 komentar
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PADA BANK DANAMON DIVISI LTS BANDUNG


.1. Definisi Sistem Informasi Manajemen
Dewasa ini, globalisasi telah menuntut sumber daya manusia untuk bekerja dengan efektif, efisien, dan terkendali melalui peningkatan sumber daya manusia serta pemanfaatan teknologi informasi yang efektif. Sistem Informasi Manajemen kini diperlukan perannya untuk menciptakan integrasi dibidang informasi dan operasi diantara berbagai pihakyang ada disuatu organisasi, baik lokal maupun global.
Namun sebenarnya apakah Sistem Informasi Manajemen itu sendiri? Untuk mengetahui definisinya, kita harus memadukan 3 definisi yaitu dari Sistem, Informasi dan Manajemen.
  - Definisi Sistem
Menurut Azhar Susanto, sistem adalah kumpulan (group) dari sub sistem/komponen/bagian apapun baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai tujuan tertentu.


  - Definisi Informasi
Menurut Gordon Davis, informasi adalah data yang telah diolah kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mepunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang.
 

 - Definisi Manajemen
Menurut Jerome Kanter, manajemen adalah selecting, training, dan motivating, yang diasumsikan sebagai bagian dari fungsi pengendalian untuk mengimplementasikan dan mengendalikan keputusan.
Dari ketiga pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Informasi Manajemen adalah kumpulan dari sub – sub sistem yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang diperlukan oleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan saat melaksanakan fungsinya. Untuk selanjtunya, Sistem Informasi Manajemen kita sebut dengan SIM.


1.2. Tujuan Umum SIM
Adapun tujuan umum dari SIM adalah sebagai berikut :
  - Menyediakan informasi yang dipergunakan dalam perencanaan, pengendalian, pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan.
  - Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan.
  - Menyediakan informasi yang dipergunakan di dalam perhitungan harga pokok jasa, produk, dan tujuan lain yang diinginkan manajemen.


1.3. Ruang Lingkup SIM
Ruang lingkup dari SIM adalah :
  - Analisa mengenai pelaksanaan organisasi yang diperbandingkan dengan informasi yang terlengkap mengenai saingan-saingan.
  - Penggunaan peramalan ekonomis atau model ekonometrik untuk menetapkan kondisi organisasi yang serupa yang akan ditemukan pada masa yang akan datang.
  - Penggunaan model-model input-output.
  - Tanda-tanda yang lebih cepat mengenai perubahan-perubahan pelaksanaan dari rencana sehingga perbaikan dapat dilakukan sebelum penyimpangan hebat terjadi.


1.4. Fungsi SIM
Fungsi SIM antara lain :
  - Mengumpulkan data, fakta, dan informasi.
  - Mengolah data, fakta, dan informasi.
  - Menyimpan data, fakta, dan informasi.
  - Melihat kembali data, fakta, dan informasi.
  - Menyalurkan data, fakta, dan informasi.


1.5. Komponen Pendukung SIM
  - Sistem Database
Sistem database adalah sebuah bank data yang dapat dijangkau oleh sistem. Database memuat seluruh data perusahaan yang peranannya sangat penting bagi kelancaran organisasi, sehingga dibutuhkan suatu manajemen pengolahan yang baik.
 

 - Decision Support System ( DSS )
Didefinisikan sebagai penerapan sistem informasi yang membantu aktivitas pengambilan keputusan. DSS cenderung digunakan dalam perencanaan untuk menganalisis alternatif serta pecarian pemecahan melalui salahsatu sistem yang ada.
  - Information Resource Management ( IRM )
Merupakan cara pendekatan terhadap manajemen yang didasarkan atas konsep pemikiran bahwa informasi merupakan sebuah konsep organisatoris. Ruang lingkup IRM mencakup komunikasi data dan pemrosesan kata. Konsep IRM menekankan pada efektifitas organisatoris sumber sistem informasi daripada spesifikasi teknikal atau efesiensi perangkat keras dan lunak.
 

 - User Machine System
Diartikan bahwa perancang sebuah sistem informasi manajemen harus memahami kemampuan manusia sebagai pengolah informasi dan perilaku manusia dalam pengambilan keputusan.
 

 - Synergystic Organization
Merupakan sifat pengaturan kerjasama sehingga hasil produksi total dari seluruh anggota organisasi ( totalitas ) lebih besar daripada jumlah hasil anggota organisasi itu.

SIM dalam perusahaan sangat penting sekali dalam menunjang kinerja perusahaan, karena sebuah perusahaan yang mempunyai jaringan yang sangat luas membutuhkan data yang sangat cepat, inovatif dan akurat dalam menunjang operasional perusahaan. Namun dalam hal ini juga SIM dapat berfungsi bila ada sistem keuanganyang tentunya lengkap, memadai dan akurat. Sistem informasi manajemen perusahaan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ditunjang dengan sistem informasi masing-masing divisi misalnya sistem informasi operasional keuanganyang memegang peranan amat penting dalam perusahaan, terutama untuk institusi keuangan seperti bank.


credit :  http://chanisia.wordpress.com/2010/01/01/sistem-informasi-pada-perusahaan/

Minggu, 30 September 2012

Lonely Girl - Prolog -

Diposting oleh Icha Elias di 21.11 0 komentar

 Lonely Girl
A Cody Simpson Love Story – Prolog


Saat ia pertama kali melihat gadis itu, yang terpikirkan diotaknya adalah sebuah kata, aneh. Saat itu ia tidak habis pikir, kenapa gadis itu bisa hidup di kota besar seperti Los Angeles ini. Kebanyakan orang disana berpenampilan sangat modis, dengan pakaian yang ber-merk dan keren. Walaupun, pakaiannya sama sekali tak aneh. Tapi yang paling ia herankan adalah, kenapa gadis berambut kecokelatan itu bisa tidak mengenal dirinya.


Apakah gadis itu tinggal dihutan sehingga ia tidak tau siapa dirinya?


Apakah gadis itu tidak mempunyai televisi atau alat elektronik sosial lainnya?


Apakah ia harus membelikannya sebuah handphone untuk gadis itu untuk sekedar memberi tahu kalau dia adalah seorang publik figure?


Jika banyak gadis-gadis yang selalu memberikan teriakan histerisnya ketika ia melihat Cody Simpson melintas didepannya, meminta untuk mengambil foto bersama dirinya, meminta sebuah autograph atau apalah sesuatu yang seperti gadis-gadis biasanya butuhkan.


Gadis rambut cokelat itu justru memberinya tatapan ketakutan, tatapan yang tidak biasanya dilihat oleh Cody. Pria itu pernah tidak sengaja menggenggam tangannya, namun gadis rambut cokelat itu justru menepis tangannya dan kembali menyingkir beberapa langkah dari Cody.


Walaupun Cody telah memberitahu gadis itu kalau ia tidak mempunyai penyakit berbahaya, ia bukan seorang teroris ataupun penjahat yang akan jahat terhadap gadis itu. Tidak sama sekali!


Tetapi yang mengganggu pikiran Cody adalah apakah ia harus menolong gadis itu? tatapan ketakutannya terkadang terlihat seperti tatapan minta tolong, meskipun gadis itu sama sekali tidak menjerit untuk minta pertolongan darinya, genggaman tangan Cody yang ditepis olehnya pun mungkin saja adalah arti bahwa ia ingin digenggam lebih erat dari pria itu, berharap bahwa Cody akan menularkan ketenangan pada gadis itu. Semua perlakuan gadis itu sama sekali tidak bisa menipu Cody, Cody tau bahwa gadis itu sedang tersesat, ketakutan dan membutuhkan seseorang untuk menjadi pahlawan, penenang dan juga pelindung baginya.


Iya, ia lah orangnya. Cody harus menolongnya, bukan orang lain. Cody telah membisikkan sebuah kata-kata pada gadis itu.


“Jika suatu saat kau membutuhkan seseorang untuk bersandar, melindungi atau mungkin.. kalau kau merindukanku, bisakah kau memberi tahuku agar aku bisa langsung berlari menemuimu?”


***



Prolog doang -__-
mau coba bikin CLS. tapi sepertinya gagal hahaha~

Kamis, 07 Juni 2012

knock...knock...knock...

Diposting oleh Icha Elias di 06.48 0 komentar
Misi.........
Kemaren tanggal  06 Juni 2012
Ehem. Iya, gue gatau gue juga gue ngapain. Tapi intinya, gue sedang berada di titik yang paling galau dalam hidup gue #lebay

Tapi itulah mungkin yang gue rasain. Eh engga juga sih. Intinya nih ya, gue ngerasa suram aja. Gimana enggak coba. Kemaren dibagiin hasil nilai UTS gue. Guess what? Yeah, NOT GOOD AT ALL. Sama sekali GAADA YANG BAGUS. Seenggaknya ada yang standarlah. Inimah, udah galucu banget deh tu nilai. Gue bingung disitu. Nilai algoritma gabagus, AMP E suramnya naujubillah, fisika apalagi. Udah kaya apaan tau tuh coretan dari dosen -_-

Gue bingung. Gue gapunya skill apa-apaan. Coba apaan deh yang gue punya? Paling yang gue bisa cuma ganti background di twitter doang itu juga sih semua orang juga bisa -__-
TERUS GUE BINGUNG GUE MAU JADI APA KALO NILAI ALGORITMA GUE SEGITU!!!?!!!
Em...

Terus gue mikir, gimana IPK gue :’’( mana ipk nanti disatuin sama IP suram semester lalu! Gelaaaaaa ih gundar X’(
gue ngeri. Asli NGERI. Dagdigdug gakaruan kali gue kalau gue buka studentsite nanti -_-

Terus disitu kegalauan gue masih berlanjut tentang nilai hilang. Temen gue malah ada yang nangis -_- sebenernya kalo dipikir-pikir. Gue seharusnya nangis, tapi hati gue terasa gabisa nangis saat bertemu DESIBER (re : Erna, Desi R atau mbades, Mumut ama Dessi) bawaannya tuh gue pasti seneng. Dan gue gatau kalo gue musti gimana tanpa mereka.


Lalu pelajaran fisika pun dimulai. Dan pa ngadinu pun ngajarin dengan gaya gajelasnya -_- dia sesekali  ceramah kalo dia pernah kuliah di rusia lah, tentang perapatan fisika lah(?). Bingung kan? Gue aja yang jadi muridnya bingung! Alhasil, gue malah ngobrol bisik bisik ama bebephhhh gue tercinta Erna *oke ini alay -_-* sambil sesekali ketawa bareng mumut and Dessi. Padahal yang lain mah masih pada galau. Tapi gue malah bercanda diantara kegalauan gue.

Beberapa jam setelah tu dosen mulutnya GAJUGA BERBUSA dan MASIH TETAP CERAMAH. Akhirnya kita kelar. Gue disitu seneng deh. Temen sekelas gue ulang tahun, dia Amel. Cowoknya bawain kue buat dia *dalam hati gue ngenyesss, kapan gue digituin ama Harry-_-*

ENVY? SANGAT. Tapi gue seneng pas dia bagiin kue ke gue HEHEHEHEHEHEHHEHEHEHEEHHEE. Semua dibagiin sih -_- jadi jangan mikir kalo gue yang rakus!

Disitu gue ngerasain kekeluargaan diantara kelas gue deh. Gue bakal beberin tentang kelas gue di next post mungkin, masih belum kuat bo. Terlalu banyak kenangan, walaupun singkat *EYAAAA*

Disitu kegalauan gue tentang nilai hilang. Saat gue colekin krim ke pipi amel dan dia ngambek gara-gara kena rambutnya XD mehehehe piiiis ._.V
Dan ternyata RAMBUT GUE JUGA KENA. SIALAN KAN. BERBALIK KE GUE INIMAH!
Seru deh maen colek colekan kaya anak kecil. Padahal kita statusnya udah ‘mahasiswa’ gue juga sempet ngerjain dia waktu tanggal 5nya. Dan... ngerasa jadi artis aja gue akting gue bagus. HAHAHAHAHAHA.
STOP
Ehm....

Abis makan kue didalem kelas dan nambah kerjaan buat OB kita pulang. NAH GALAU GUE DATANG LAGI. MAKIN MENUSUK KEHATI.

Pas didepan kampus E pas banget dihadapan DPR (DibawahPohonRindang) itu ada spanduk, spanduknya itu tuh TENTANG PEMENANG CERPEN DI GSMG KEMAREN! SIALAN. GUE GALAU BO! ANJIR RASANYA PENGEN BANGET NGEBANTING KAMPUS E SAAT ITU JUGA. APALAGI PAS LIAT PEMENANGNYA ITU COWOK. ANJIR GANTENG LAGI COWONYA. EBUKAN, MAKSUDNYA. Cowonya itu pake yang kaya miss indonesia itu tuh, apasih namanya gangerti lah pokonya itu. Nah, dia make itu tuh dengan TULISAN ‘PEMENANG’ dan itu ada FOTO DIA. FOTO DIA DISPANDUK KAWAN KAWAN. GUE PENGEN NANGIS. BAYANGIN KALO GUE YANG MENANG! GUE BAKAL GAYA SEBAGUS MUNGKIN BIAR CANTIK DISPANDUK ITU. DAN SIAPA TAU KAKA KELAS YANG GUE TAKSIR BAKAL LIAT GUE *keluarnaskah*

DAN DISITU DITULIS KALAU DIA BAKAL DIUTUS KE NTB! Dalem hati gue nih ya. “Belum tentu tu orang menang di jakarta, udah ke NTB aja” -_-
GUE MIRIS. GUE KESEL. KENAPA BUKAN GUE? Mungkin belom saatnya atau gimana. Tapi, ya gue sebel aja. Foto pemenang tuh ditampilin dispanduk. Sementara yang peserta? NOTHING. KAYA GA DIANGGEP SAMA SEKALI! PADAHAL MEREKA BISA MENANG JUGA KARENA PESERTA!!!!
MUNGKIN GUE BEGINI KARENA GUE EMANG BENER-BENER SEBEL.
Gue pengen banget baca karya yang dia pake buat lomba itu. Ya siapa tau gue bisa nambah ilmu gitu kan? Gue pengen nangis loh disitu. Tapi malu ama temen temen, masa nangis mulu ;____;
Mereka semua semangatin gue kalo gue harus kaya einsten karena dia gagal berkali-kali, tapi dia selalu kerja keras. Ya, gue sangat senang mereka gitu ke gue :’)

Tapi... gue juga udah bikin keputusan. Gue mau nyerah dalam dunia nulis. Karena apa?

Satu, jurusan gue itu komputer dan lebih ke programming. Bukan menulis, gue salaaaaah jurusan kalo gue mau ngembangin tulisan gue.

Dua, saat gue lihat karya di majalah (nama majalahnya sensor)ternyata gue itu belom ada apa-apanya. SANGAT TIDAK ADA APA-APANYA.

Tiga, gue juga kayanya gamungkin bisa jadi penulis novel atau cerpen. Saingan gue terlalu banyak, dan gue pikir gue gabisa ngalahin mereka. se gunadarma aja gue gabisa naklukin. Apalagi gue harus keluar. Yang begituuuu banyak orang yang mempunyai talenta jauh dibanding gue. Mereka lebih muda dari gue dan mereka jauh lebih baik dan lebih jago.


Gue emang suka menulis, tapi itu cuma untuk memenuhi rasa hobi gue yang selalu didepan laptop dan berimajinasi disana. Jujur aja, gue seneng kalau ada orang yang request cerpen ke gue. Temen-temen request cerpen ke gue, gue senang. Berarti mereka menghargai keberadaan gue. Walaupun gue bikinnya dengan sederhana.
Jadi gue bingung, gue harus gimana? Gue ga ahli dalam programming. Menulis? Gue udah gasanggup.

Inilah titik kegalauan gue. Kalau dibilang gue itu cape, ya bisa jadi. Gimana ya, ngirim cerpen ke majalah tapi gaditerima terus. Selalu kaya gitu. Walaupun terus gue kirim, tapi terus gaditerima juga =o= gue yang maluuuu...... emang sih ya, gaboleh malu untuk mengejar mimpi. Tapi, kalau kita menyerah sama mimpi boleh ga?
Mimpi gue di SD itu jadi penulis komik. Karena gamungkin, pas SMP gue berubah jadi penulis. Nah, disitu gue seneng pas karya cerpen gue dapet nilai A+ gue makin terpacu gitu. Tapi pas SMA gue SURAAAAAM. Pas kuliah banyak yang mendukung, ada temen-temen yang ngasih semangat. Temen-temen Desiber yang gapernah ada capenya dukung gue. Ada temen gue yang ngasih nomer penerbit. Rada gila sih -_- gue masih amatiran, dia malah ngasih nomer penerbit. ya gabakal gue telfon lah. MALU GELAAAAAAAAAA. PUNYA MUKA BERAPA GUE.
Tapi gue hargai ^^

Baru kali ini gue dapet temen-temen yang begitu support gue. Dan gue gatau gimana kalau gue pisah sama kalian. Gue gatau siapa yang bakalan support gue lagi. Gue pengen nangis nih pas ngetik ini.

Pas gue liat spanduk foto pemenang itu, gue langsung ngeyakinin diri sendiri begini “Tenang cha, kalo foto lo gaada dispanduk itu, lo buktiin kalau foto lo bakal ada di novel karya lo sendiri. Buat panitia lomba itu nyesel kalau dia enggak ngeluarin lo sebagai pemenang. Buat pria itu merasa ciut karena lo mampu buat novel”

Tapi engga mempan! Pas beberapa menit kemudian gue langsung mikir. Saingan gue banyak. Gamungkin. Gamungkin. Dan gamungkin.

udah ah segitu dulu, bingung mau nulis apa. maaf udah nyampah dan gajelas. terima kasih ^^

Jumat, 18 Mei 2012

My Real Princess | Part 1

Diposting oleh Icha Elias di 02.34 0 komentar

Tittle : My Real Princess

Author : Icha Elias or Ummu Aisyah (@eliasicha on twitter)

Length : Series

Cast : Jenny Smith, Marcus Cavendish and all others

PS : cerita bersambung pertama gue, mohon dikomen.. maaf jelek banget m(_ _)m *deep bow*

“Huh~” Jenny mendesah kasar ketika melihat dosen matematikanya telah berjalan meninggalkan kelasnya. Begitu membosankan pikirnya. Ia begitu kesal ketika dosennya itu menjejalkan beberapa rumus-rumus matematika yang sangat amat tidak ia mengerti. Matematika merupakan salah satu pelajaran paling ia benci diantara semua pelajaran. Bahkan ia berani bersumpah, kalau ia akan menghapus pelajaran matematika jika ia sudah menjadi orang penting nanti. Pikiran yang begitu kekanakan bukan? -_-

“Ayo kita pergi dari sini, aku rasa aku ingin muntah” kata Jenny mendramatisir. “Kau terlalu berlebihan Jen” balas Shella.

Jenny sudah membereskan beberapa bukunya dimeja untuk dimasukkan kedalam tas-nya. Tapi tiba-tiba hal yang paling ia takutkan terjadi. “Tunggu, kalian jangan pergi dulu.. aku akan memberikan nilai matematika dari Mr. Underhill kemarin” kata Marcus yang berhasil menghentikan langkah kedua gadis itu. “WHAT????? Nilai? Nilai apa?” Jenny terkaget bukan main mendengar Marcus mengatakan ‘Nilai Matematika’ barusan. “Nilai ulangan matematika kemarin” jawab Shella. Keringat dingin membanjiri tubuh Jenny. Layaknya melihat hantu, ia sangat amat takut melihat nilainya dilihat oleh orang lain. Dan kali ini Marcus bilang, ia akan membagikan nilai? Dan apa artinya? Itu artinya, Marcus akan mengetahui kebodohannya dalam menghitung.

“Shella Wild” panggil Marcus kemudian memberikan selembar kertas nilai untuk Shella. Shella hanya tersenyum dan berkata “Terima Kasih”

Jenny yang berada disamping Seara hanya gelagapan dan mengacak-acak rambutnya. Ia sungguh tidak sabar untuk merebut kertas nilainya dari cengkraman Marcus agar ia tak melihat nilainya.

“Jenny Smith” panggil pria itu namun pandangan matanya tertuju pada kertas yang ia pegang –milik Jenny- alisnya berkerut melihat angka yang tertulis disana. “Hah? Dua puluh?” ucapnya.  Jenny berjalan kearah Marcus dengan kesal dan merebut kertas miliknya dari cengkraman tangan Marcus. “HEH! Kenapa kau seenaknya melihat nilai orang hah??” cecar Jenny tak sabar. “Nilaimu dua puluh huh? Wow, aku baru kali ini melihat nilai sekecil itu” ujar Marcus tanpa ekspresi yang sama sekali tidak merasa bersalah. Apa dia bilang? Ia baru pertama kali melihat nilai begini?

Jenny hanya melemparkan pandangan kesal padanya. “Sombong sekali kau! Memangnya berapa nilaimu huh? Aku yakin pasti tidak berbeda jauh dariku kan?” balas Jenny tak mau kalah. “Kau benar-benar ingin tau nilaiku?” tanya Marcus, Jenny mengangguk yakin.

“Ehem.. Sembilan puluh lima” ucap Marcus penuh penekanan. Jenny tau, nada itu adalah nada mengejek karena nilainya sangat jauh berbeda. Sebenarnya Jenny sangat amat tau bahwa pria itu selalu sempurna disetiap mata kuliah, apalagi dengan Matematika. Bisa dibilang Marcus adalah satu-satunya pria yang akur dengan Matematika dikelasnya. Dan bodohnya! Kenapa gadis itu malah bertanya berapa nilai ulangan yang didapat Marcus. Jenny menghela nafas mencoba merendam amarah didirinya.

“Well, nilaiku masih lumayan meningkat dari sebelumnya” kata Jenny pelan. Ia mencoba membela dirinya didepan Marcus. “Meningkat?” Marcus mengangkat alisnya. Dalam hatinya ia berkata. Segitu meningkat? Bagaimana nilai dia sebelumnya. Tanpa disadari Marcus tersenyum tipis melihat kelakuan gadis dihadapannya.

“Kenapa tersenyum begitu?!”

“Tidak tidak..” Marcus menggeleng masih dengan tersenyum memandang Jenny. “Oya, tolong jangan beritahu siapapun nilaiku ini ya” bisik Jenny diteling Marcus.

“Pentingkah orang bertanya nilai meningkatmu itu?”

“Aishh..  kau ini!” gerutu Jenny  kesal. Bagus, hari ini ia sudah dibuat kesal setengah mati oleh pria yang menjadi idola dikampusnya ini. Dengan sebal, gadis itu berjalan menjauh dari Marcus dengan gerutuan panjang pendek kemudian menarik Shella dari kelas yang telah membuatnya mumet itu. Sementara pria itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

***

Jenny menghempaskan tubuhnya dikursi cafeteria kampusnya diikuti dengan Shella tentunya. Mereka berdua telah memesan dua buah cappuccino untuk menemani istirahat mereka. Shella yang sedang membaca komik bisa melihat sebuah raut tak enak yang dikeluarkan oleh sahabatnya.

“Hei, kenapa wajahmu jelek begitu?” tanyanya langsung, Shella hanya memberikan ekspressi herannya setelah membawa embel-embel ‘jelek’ dikalimat pertanyaannya tadi.

“Aish, memang kapan aku cantik?”

“Aku serius! Apa karena nilaimu?” tebak Shella. Sebetulnya tebakan Shella sangat amat benar. Itulah yang membuat gadis itu dari tadi gelisah, sebenarnya bukan karena nilai saja. Jenny masih bisa saja untuk santai dengan nilainya. Tapi tadi ia baru saja menerima kenyataan bahwa ada seorang pria tampan melihat nilainya! Okay, mungkin itu berlebihan. Seharusnya ia biasa saja karena nilai itu adalah hasil dari jerih payahnya bukan akibat menyontek dari sebelah kanan dan kirinya. Iya, seharusnya ia harus sedikit…bangga.

Jenny tidak menjawab pertanyaan Shella, ia hanya menerungkup diatas meja dengan menghentakan kakinya kencang-kencang dilantai.

“Memangnya berapa nilaimu?” tanya Shella lagi. Entahlah kenapa hari ini Seara begitu banyak bertanya. Itu terlalu berisik bagi Jenny apalagi ia bertanya mengenai MATEMATIKA. Itu hal yang sangat ia benci. Sangat.

Jenny mengangkat kepalanya kemudian mengambil kertas dari tasnya dan menunjukannya tepat didepan mata Shella. Mungkin ia sedang malas untuk menyebutkan nominal nilainya itu.

“Waw” mata Shella membelalak. Sebenarnya Jenny tau, sahabatnya itu pasti sedang terkejut melihat Jenny yang tak pernah ada peningkatan dalam nilainya.

“Ehem, baiklah.. aku tak akan bertanya lagi! Tapi izinkan aku tanya sekali lagi..okeh, aku janji untuk yang terakhir. Lalu kenapa kau begitu lesu? Bukankah itu hal yang biasa?”

Jenny menarik nafas. Ia masih bisa menjaga emosinya untuk Shella kali ini. Padahal tangannya sudah sangat gatal ingin mencekik leher Shella agar tidak berbicara lagi.

“Tidak, bukan.. bukan masalah itu. Mungkin ini agak sedikit konyol, tapi aku..” Jenny menghentikan kata-katanya setelah ia melihat seorang pelayan di cafeteria mengantarkan 2 gelas cappuccino dan makanan kecil. Mencegah agar pelayan itu tidak menguping apa yang sedang ia bicarakan bersama Shella. Dan tentu saja, gadis itu telah menyimpan kembali kertas jawaban beserta nilai ulangan matematika tadi kedalam tas-nya. Intinya ia tak mau ada seorang pun yang tau ia lemah di matematika!

“Terima kasih” ucap Shella setelah pelayan itu memberikan pesanan mereka. Setelah situasi aman, Jenny kembali membuka mulutnya dan meneruskan kata-katanya tadi. “Eum, sampai mana tadi? Ahya.. aku.. hanya tidak ingin orang-orang tau aku bodoh dalam matematika. Kau juga pasti tidak mau kan kalau temanmu itu dikucilkan dikelas hanya karena nilai jelek itu”

“Oh..” Shella mengangguk mengerti tapi kemudian ia bertanya lagi. “Kenapa? Bukankah-”

“Marcus” potong Jenny cepat. “Marcus?” Shella tambah heran.

“Dia melihat nilai dewa-ku itu” jawab Jenny singkat, ia menekankan kata dewa dikalimatnya yang artinya jauh berbanding terbalik dengan aslinya. “Hahahaha… jadi itu” Shella tertawa geli mendengar jawaban Jenny. Shella merasa Jenny terlalu percaya diri. Pria macam-macam Marcus tak akan pernah melakukan hal yang tidak penting begitu.

“Kau tenang saja, Marcus tidak akan membocorkan nilai dewa itu” kata Shella masih dengan tersenyum geli. “Yah, semoga” tanggap Jenny malas. “Oh.. aku tidak suka topik ini! kita ganti topik sekarang juga!” protes Jenny.

Shella menggoyangkan telunjuknya sok intelek kemudian ia menunjuk kearah belakang Jenny, seolah menyuruh gadis itu untuk menoleh.

“Hah? Apa?” Jenny heran. “Lihat gadis itu” suruh Shella dengan matanya. Arah pandang Jenny mengikuti Shella yang sedang melihat seorang gadis. Ia membuka mata lebar-lebar ketika ia melihat gadis itu berjalan kearahnya. Gadis itu.. cantik. Sangat cantik. Ia mempunyai senyuman yang amat sangat mematikan bagi para pria, rambutnya yang hitam tergerai punggungnya. Membuat aura gadis itu semakin terlihat seperti seorang.. Dewi. Iya, seorang dewi atau mungkin Princess. Apalagi didukung dengan pakaian yang sangat amat feminism dan sangat cocok dengan lekuk tubuhnya yang sempurna. Jenny pun hampir menelan ludah melihat mahluk itu melintas dihadapannya. Untunglah, Jenny masih normal.

Jenny sempat melihat gadis dewi itu melihat kearahnya sekilas. Dan beberapa detik kemudian gadis dewi itu memilih tempat duduk dimeja tepat didepan meja mereka. Gadis dewi itu menarik kursi dan duduk disana setelah menyibakan sedikit rambutnya kebelakang.

“Hoy!!” Shella melambaikan tangannya didepan wajah Jenny yang sedari tadi menatap gadis dewi itu  tanpa berkedip. “Kau sudah melihatnya kan? Bagaimana menurutmu?” tanya Shella pada Jenny yang sepertinya masih belum terlalu konek akibat pesona sang dewi.

“Goddess” jawab Jenny singkat. Sepertinya Jenny benar-benar sudah terlalu silau karena melihat melihat aura sang dewi itu. Shella tersenyum lalu mengangguk. “Hem, tentu saja. Dia itu kekasih Marcus Cavendish” terang Shella kemudian menyeruput cappuccino miliknya.

UHUK! Jenny yang juga sedang meneguk cappuccino-nya harus mendapat resiko tersedak akibat pernyataan Shella.

“HAH???? Siapa??? Dia kekasih Marcus Cavendish? Marcus yang sombong tingkat dewa itu??!!!” kata kaget sedikit berteriak tidak percaya. Shella saja hampir terlonjak kaget mendengar teriakannya.

“Jenny Smith! Pelankan sedikit suaramu!! Bagaimana kalau sang Goddess tau kita membicarakannya?” Shella mencoba mengontrol emosi Jenny karena Shella atau bahwa gadis dewi itu sedang melirik ke mejanya.

“Oke..” timpal Jenny “Sekarang kau ceritakan padaku, kenapa kau bisa tau mereka berpacaran? Dan kenapa aku bisa tidak tau?”

“Em, sepertinya kau benar-benar ingin tau yaa?” suara Shella begitu menggoda dan begitu menggelitik ditelinga Jenny. Menjijikan -_-

“Kau terlalu sibuk dengan urusanmu dan tidak peduli kan..honey~ hahaha…” kata Shella. Kemudian menjelaskan

“Aku mendengar dari gosip saja sih. Mereka berdua berpacaran sejak dua minggu yang lalu, aku juga bingung kenapa bisa terjadi. Tapi yang jelas, sepertinya Marcus yang begitu mencintainya” jawab Shella sedikit panjang.

“Oh” Jenny membulatkan mulutnya. Hanya itu yang bisa ia balas pada Shella. Rasanya hatinya terlalu malas untuk memberi komentar tetang gadis dewi itu. Ah, biasa saja.. tidak begitu dewi kok. Gumam Jenny dalam hati sambil melihat kearah gadis yang berada dibelakang Seara.

“Well, dia pasti punya nama kan? Aku tidak sudi memanggilnya dengan sebutan Goddess terus menerus” Jenny bertanya pada Shella. Padahal sebenarnya ia memang ingin tau nama gadis itu. Tapi alasan itu cukup tepat. Panggilan Goddess itu tampaknya terlalu berlebihan.

“Hahaha.. alasanmu diterima”

“Aku tidak sedang beralasan!”

“Iya, iya.. she’s Joanna Louis. Satu jurusan dengan kita, tapi menurutku dia gadis yang pintar. Kudengar ia sudah bisa menguasai bahasa diatas basic –aku lupa namanya-itu, dan aku sama sekali belum bisa bahasa itu”

“Really?” tanya Jenny menaikan alis, ia tampak tak percaya dengan pernyataan Shella yang sepertinya terlalu berlebihan. “Kau tidak melebih-lebihkan kan?”

Shella menggeleng.

Yah, memang sih.. gadis itu jauh sekali denganku

Sekarang Jenny mengangguk. Ia mengakui bahwa ia sangat tidak sebanding dengan Joanna Louis. Sangat tidak sebanding. Apalagi jika membandingkan dengan otak. Otak standar Jenny tak akan mampu menyaingi Joanna.

“Sepertinya ia sedang menunggu Marcus”

“Menyedihkan sekali menunggu pria” timpal Jenny sinis kemudian menyesap cappuccino-nya. Shella hanya tersenyum mendengar itu.

“Sang dewa dari dewi datang” ucap Shella diiringi oleh pandangan mata yang menjurus kearah si dewa. Marcus Cavendish. Siapa yang tidak kenal pria ini? Pria yang sempat membuat Jenny kesal siang ini. Tapi pria ini juga yang telah membuatnya sinis kepada Joanna. Marcus adalah pria yang menurut gadis-gadis paling tampan sejurusan. Berlebihan? Memang. Jenny juga sedikit tidak setuju dengan pendapat teman-temannya yang sepertinya sudah menjadi penggemar si sombong Marcus itu. Selain otaknya yang pintar ia juga dikagumi karena karya-karya tulisnya yang selalu diacungi jempol oleh para dosen pembimbing. Mungkin sebetulnya Jenny agak sedikit iri dengan Marcus. Jenny sangat ingat kalau ia pernah berkata pada pria itu. “Bisakah kau mentransfer sedikiiiiiiiiiiit saja isi otakmu padaku? Aku akan mentraktirmu setiap hari jika kau memberikannya”

Bodoh bukan?

Marcus yang sedang berjalan santai ke meja Joanna mendapat tatapan dari beberapa pasang mata di café itu. Dan tentu saja semua tatapan itu ia dapat dari gadis-gadis. Tapi Marcus hanya berjalan dengan gaya cool-nya tanpa mempedulikan mata-mata kagum itu. Ia menarik kursi dihadapannya dan duduk tepat didepan Joanna.

Jenny hanya memutar bola matanya muak melihat kelakuan pria itu.

“Kurasa aku mual dan ingin pergi dari sini” kata Jenny yang sudah akan menyambar tas dan peralatannya untuk pergi dari tempat itu. Tapi Shella hanya memelototinya untuk tetap tinggal.

“Hish.. aku muak dengan Prince and the Princess itu Shella!”

“Duduk!” perintah Shella. Bagaikan tersihir, gadis itu menuruti kata-kata Seara dan akhirnya kembali duduk dibangkunya setelah menggerutu pastinya.

“Hei, mereka sangat cocok kan?” Shella tersenyum tidak jelas. Sementara Jenny hanya menggeleng cepat “Tidak! Aku muak!” balas Jenny ketus.

Walaupun sedikit muak, mau tidak mau ia harus melihat pemandangan dibelakang Shella. Ia bisa melihat Marcus dan Joanna dengan jelas dari sana. “Hem..” Jenny memandang Joanna dengan tatapan tidak biasa. Ia merasa, sepertinya ia sama sekali tidak asing dengan wajah itu. Tapi ia juga lupa dimana ia pernah melihat Joanna.

“Kenapa sepertinya aku merasa aku pernah melihat Joanna ya?” Jenny berkata.

“Dimana? Mungkin kau salah orang”

“Tidak, ia sama sekali tidak asing dimataku”

“Kau itu kan pelupa” timpal Shella santai.

“Aish.. aku yakin sekali itu Joanna” Jenny mengacak rambutnya kesal.

Jenny masih terus memandangi Marcus dan Joanna yang terlihat sedang berbincang. Entah kenapa gadis itu mulai tertarik dengan pembicaraan Marcus dan Joanna ketika ia mendengar kata ‘Putus’ dari mulut Marcus.

Jenny menyingkirkan anak rambutnya kebelakang telinga dan membuka telinga lebar-lebar agar apa yang barusan ia dengar benar. Karena kini, Marcus dan Joanna tampak seperti beradu argument. Mereka sama-sama egois dan tidak ada yang mau mengalah.

“Aku ingin kita sampai disini saja”

“Kita baru dua minggu berpacaran. Kenapa kau mau memutuskanku begitu saja? Aku tidak ingin kita begitu cepat, kau bisa menghancurkan reputasiku sebagai The Goddess”

“Aku tidak peduli dengan reputasi atau apapun. Yang kuinginkan adalah terlepas darimu”

“Apa?”

Jenny hanya menggeleng mendengar perbincangan sengit mereka. Cukup seru, pikirnya. Ia agak sedikit lebih tertarik untuk disini lebih lama.

“Aish.. dasar tidak punya harga diri” gumamnya tidak sengaja. Shella yang mendengar gumaman Jenny lalu bertanya “Apa? Siapa maksudmu?”

“Bukan. Bukan hehehe”

PLAKK!!!

Jenny terkejut ketika mendengar suara tamparan itu. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Joanna akan menampar wajah Marcus seperti itu. Kini ia bisa melihat Marcus memegangi pipi kanannya yang terkena tamparan Joanna. Mata Jenny membulat melihat Marcus dalam keadaan menyedihkan begitu. Seluruh mata kini tertuju pada bangku Marcus dan Joanna. Dengan refleks Jenny maju dari mejanya dan menghampiri meja sepasang kekasih itu.

“Jenny.. kau mau kemana?” Shella menarik tangan gadis itu mencoba mencegah. Namun itulah Jenny. Ia tidak bisa dicegah. “Jenny Smith! Kembali!” teriak Shella.

“Hei Nona! Apa kau tidak bisa mendengar bahwa Marcus telah memutuskanmu hah? Seharusnya wanita mempunyai harga diri yang tinggi. Kenapa kau marah –marah padanya padahal kau yang salah?!” kata Jenny ketus setelah tiba di tengah Marcus dan Joanna yang sudah berdiri dari tadi. Entah kenapa hatinya merasa tergerak melihat hal ini. Ia tidak bisa membiarkan sikap tidak adil dan keegoisan yang ada didiri sang dewi ini.

“Kau siapa ikut campur urusan kami?” tanya Joanna yang sudah menatap tajam kedua mata Jenny. “Aku bukan ikut campur urusan kalian. Tapi apakah aku bisa berdiam diri melihat sifatmu yang begitu egois huh? Apakah pantas menyebut dirimu dengan sebutan Goddess? Kau bahkan sama sekali tidak pantas untuk menjadi seorang wanita Ms. Louis” cecar Jenny panjang lebar. Ia benar-benar tidak suka dengan Joanna. Kilauan cantik dari Joanna Louis yang beberapa menit lalu ia lihat memudar akibat ulah Joanna sendiri.

Joanna geram mendengar Jenny mengatakan hal itu langsung didepan matanya. Ia mengangkat tangan kanannya bersiap untuk menampar wajah gadis itu. Tapi sebuah tangan seorang pria menahannya. “Jangan sembarangan menampar orang Joanna!” Marcus yang sedari tadi diam kini angkat bicara dan menahan tangan Joanna.

“Kenapa kau malah membelanya? Dia yang membuat keributan ini!” tukas Joanna tak mau disalahkan.

“Apa? Apa kau tidak sadar bahwa keramaian ini adalah ulahmu? Apakah kau tidak dengar kalau aku sudah memutuskan hubungan kita!” kata Marcus tajam. Joanna lalu melepas cengkraman Marcus ditangannya.

“Hei Marcus! Kenapa kau tidak membalas menampar dia? Dia kan sudah menamparmu” komentar Jenny yang masih berada diantara Marcus dan Joanna.

“Maaf, Ms. Smith kurasa kau memang terlalu mencampuri urusan kami”

“Apa?” Jenny melongo mendengar Marcus yang tadi ia bela malah mengatakan hal begini pada dirinya. Ia sama sekali tidak menyangka.

Shella yang hanya diam dari tadi dan cuma menyaksikan kini menghampiri ketiga orang itu dan menarik tangan Jenny dari tempat itu.

“Sedang apa kau disini. Ayo, kita pergi” bisik Shella yang sudah meraih tangan kiri Jenny dan menariknya.

“Kau itu menyebalkan sekali sih! Seharusnya aku tidak membelamu! Dasar pria sombong!!” gerutu Jenny pada Marcus kesal. Shella yang masih mencobanya menarik gadis itu dari kejauhan jadi kesusahan.

“Hish! Lepaskan aku Shella! Aku ingin mencabik-cabik Marcus!! Awas kauuu Mr. Cavedish!” omel Jenny tanpa henti, ia tak bisa berhenti mengomel sampai Shella membawanya pergi jauh dari café itu.

Sementara Joanna hanya tersenyum sinis melihat kepergian Jenny yang ditarik dengan susah payah oleh Shella. “Dasar gadis bodoh!” ejeknya, ia merasa puas setelah ia merasa ia menang dari Jenny.

“Setidaknya kau lebih memalukan darinya. Jenny benar. Seharusnya kau tak pantas untuk dijuluki Goddess.. Terima kasih atas pelajaran yang sudah kudapat darimu Ms. Louis” sahut Marcus kemudian ia berjalan meninggalkan Joanna setelah berkata “Cukup sampai disini, kuharap aku tidak melihatmu lagi” katanya diselingi senyuman. Marcus berlalu tanpa mempedulikan Joanna yang memanggil namanya berulang kali.

***

“Aaaaaaaaaaaaaaa” teriakan Jenny membahana keseluruh bagian rumah. Ia butuh sebuah tempat untuk melampiaskan kekesalannya. Ia ingin berteriak lebih kencang dari ini. Bagaimana bisa gadis itu dibuat kesal dua kali oleh Marcus Cavendish hari ini. Dan sekarang Jenny mulai curiga bahwa Marcus mempunyai hobi untuk membuatnya kesal setengah mati. Sekarang ia hanya bisa meninju bantal-bantal di ranjang tidurnya untuk melampiaskan kekesalannya.

Pertama, Jenny telah dibuat malu oleh Marcus karena nilai Matematika-nya yang sama sekali tidak mencapai setengah. Sejujurnya, nyali Jenny sudah menciut saat Marcus melihat nilainya. Dan kedua, Jenny telah dibuat malu oleh Marcus karena ia telah menjatuhkan harga dirinya di depan Joanna Louis. Gadis berjulukan Goddess itu. Bukan itu saja, tadi ia dipermalukan di café. It’s okay, kalau itu bukan café dan tidak dilihat banyak orang. Oh god, ia merasa sudah tidak punya cadangan wajah untuk dipakai saat ke café nanti.

“Jenny.. apa yang terjadi diatas?” tanya Ibunya yang sudah mengetuk pintu kamarnya. Mungkin ibunya terkejut mendengar suara teriakan anaknya tadi hingga wanita itu mengecek keatas.

“Tidak apa, Mom.. aku sedang.. berlatih.. yeah, berlatih menyanyi hehe” ujar Jenny beralasan tanpa beranjak dari tempatnya.

“Oh, baiklah.. kau lanjutkan saja”

“Oke”

Huf.. untung saja.

Jenny menghembuskan nafas lega ketika ibunya sudah menurunni tangga untuk kembali kelantai bawah. “Baiklah, mungkin besok aku harus menutup telinga rapat-rapat. Karena pasti banyak yang membicarakanku di cafeteria” ucapnya akhirnya kemudian kembali naik keatas tempat tidurnya.

***

Jenny berjalan ragu-ragu untuk masuk kedalam kampusnya. Ia sudah memikirkan apa saja yang akan terjadi. Menjadi gosip di universitasnya bukanlah hal yang bagus. Apalagi ia dikenal sebagai mahasiswi biasa saja dan tidak spesial bila dilihat dari manapun. Ia tidak cantik, tidak pintar, ceroboh dan tidak terkenal. Sangat amat biasa. Tanpa ada kelebihan dalam dirinya.

Dan kemarin ia sudah mencampuri urusan yang seharusnya tidak ia campuri. Semalam Jenny menyadari kesalahannya. Ia muak terhadap sikap Joanna tapi kenapa ia malah mencampuri urusannya. Oh.. kenapa ia begitu bodoh kemarin. Apakah ia harus meminta maaf pada Marcus? Ia harus berkata kalau ia menyesal? Jenny menggeleng cepat. Tidak, tidak akan! Aku tidak akan pernah minta maaf.

Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri ia sama sekali tidak akan meminta maaf pada Marcus. Bahkan ia sudah agak malas untuk melihat wajah Marcus. Ia tak mau. Sama sekali tidak mau! Tapi mau bagaimana lagi? Jenny tak mungkin bisa menghindar dari Marcus, mereka satu kelas. Tapi Jenny juga tak yakin Marcus akan menyapa lebih dulu. Apalagi setelah kejadian kemarin.

“Jenny….” Sebuah tangan menepuk bahu Jenny dan membuat gadis itu sedikit tergelak. “Hish.. kau ini mengagetkanku saja siiiih!” kata Jenny setelah berbalik dan melihat ternyata Seara lah yang telah melakukan hal itu.

“Hehehe. Sedang apa kau disini? Kenapa tidak masuk kedalam?” tanya Shella heran, tidak biasanya Jenny berada diluar kampus begini.

“Aku.. aku benar-benar malas untuk ikut kelas-kelas hari ini. Aku berniat pindah kuliah saja!”

“Apa???? Kenapa?? Lalu bagaimana denganku?”

“Azz.. aku benar-benar tak tau harus berekspresi apa nanti jika bertemu dengan Marcus” jawab Jenny to the point. “Hooww.. ternyata itu. Kau tidak perlu berekspresi macam-macam. Pasti karena hal kemarin kan?” tebak Shella.

Jenny mengangguk tanpa pikir panjang. “Yes. Aku benar-benar terlihat bodoh didepan Joanna”

“Tidak juga, justru Joanna telah menghancurkan julukannya sendiri. Dan kata-katamu ada benarnya juga. Seorang Goddess tak akan pernah berkata tanpa berpikir seperti kemarin kan?”

Jenny menaikan sudut-sudut bibirnya perlahan. Benar, jika ia benar seorang dewi. Ia pasti akan menjaga imej atau selalu terlihat anggun dalam keadaan apapun walaupun keadaan kepepet.

“Kau benar!” Jenny memamerkan jejeran gigi rapihnya pada Shella yang juga ikut tersenyum.

“Hahaha. Ayolah kita kekelas”

Mereka berdua berjalan menuju gedung dan kelas mereka dengan santai. Baru saja sampai didepan kelas Jenny sudah sangat yakin pasti Marcus sudah berada dikelas. Anak rajin seperti dia selalu datang tepat waktu.

Shella masuk kedalam kelas lebih dulu diikuti oleh Jenny dibelakangnya.

Dan tanpa diduga sebelumnya oleh Jenny. Marcus berada didepan pintu sebelum ia masuk kedalam. Alhasil, mereka berdua berhadapan dan mata mereka bertemu untuk beberapa detik. Saat itu juga Jenny merasa jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya. ia tidak bisa menjelaskan bagaimana rasanya saat berhadapan dengan seorang Marcus. Baru kali ini ia melihat wajah Marcus dengan begitu jelas dihadapannya.

Melihat Marcus yang tepat berada diwajahnya Jenny hanya mengeluarkan ekspressi tidak suka padanya lalu membuang muka padanya. Ekspressi yang sangat jutek yang pernah ia keluarkan. Mungkin sekarang Marcus berpikir bahwa Jenny telah sakit hati karena hal kemarin.

Jenny mempercepat langkahnya dan duduk dibangku disamping Shella. Ia bisa melihat kelas masih sepi. Tak ada siapapun kecuali Jenny, Shella dan tentunya Marcus didalam kelas.

“Jen..” panggil Shella tiba-tiba “Hm?” sahut Jenny agak malas.

“Antar aku ke toilet. Hehehe”

“Tidak mau! Toilet kan diujung sana, sama sekali tidak jauh! Kenapa harus diantar. Pergi sana!” kata Jenny jutek. Shella yang mendengar itu hanya mengerucutkan bibirnya. “Ish, sebentar saja”

“Tidak, Shella..”

“Hih.. yasudah aku pergi sendiri”

“Nah, begitu lebih bagus..” kata Jenny sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Shella berjalan cepat kearah pintu kelas kemudian berlalu. Dan sekarang  yang tersisa didalam kelas hanyalah Jenny dan Marcus. Memang otak Jenny agak sedikit mengalami keterlambatan. Ia baru menyadari ia sedang berdua disebuah ruangan dengan pria yang sama sekali tidak ia inginkan kehadirannya. Bodoh! Kenapa aku baru sadar! Kalau begini lebih baik aku ikut Shella tadi. Sesalnya dalam hati.

“Hhh..” desahnya kasar setelah melihat Marcus yang sedang duduk diujung dengan headset yang tersangkut dikedua telinganya. Sekali lagi Jenny mencibir lalu melipat tangannya dimeja dan menerungkupkan kepalanya diatas.

Tanpa Jenny sadari, Marcus menoleh kearah Jenny sejenak kemudian membuka mulutnya. Ia ingin berbicara sesuatu dengan gadis itu.

“Jen..” panggilnya hati-hati. Jenny mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang telah memanggilnya disaat ia sedang berada dalam posisi dewanya. Dan ia hampir saja tersedak air ludah melihat Marcus yang sedang melihat kearahnya. Ternyata pria itu yang barusan memanggilnya.

“Apa?” tanya Jenny ketus dengan muka jutek andalannya.

“Aku minta maaf..” ucap Marcus pelan. Apa? Apa Jenny tidak salah dengar? Barusan seorang Marcus mengatakan kata maaf. Sebelumnya ia belum pernah mendengar ini dari mulut pria itu.

“Apa?” Jenny masih belum merubah konten katanya dari tadi.

“Eum, aku sadar aku salah.. ternyata kau benar kemarin” kata Marcus lagi

“Apa? Bukankah aku hanya seorang tidak penting yang ikut campur?” balas Jenny memutar balikan perkataan Marcus kemarin.

“Intinya aku sudah meminta maaf padamu” jawabnya dingin. Benar-benar pria yang tidak mau kalah. Disaat seperti ini pun Marcus masih bisa sombong dan angkuh! Jenny tak henti-hentinya berkutat kesal didalam hati. Ingin sekali ia mencekik pria itu dari belakang mumpung kelas masih sepi. Tapi itu hal yang tidak mungkin kan?

***

Enam puluh menit sudah berlalu, tapi Jenny masih tetap bosan. Ia hanya menopang kepalanya dengan tangannya tanpa menatap lurus ke papan tulis. Berkali-kali gadis itu melihat kearah arloji.

“Ck. Ayolah bergerak! Kenapa dari tadi waktu tidak habis-habis sih?” kesalnya melihat ke arloji ditangannya. Sesekali gadis itu mencoret-coret buku catatannya yang masih rapi karena tidak pernah ia pelajari dengan gambaran-gambaran tidak jelas. “Ayolah Sir, aku sudah pegal duduk melulu” keluhnya sambil merenggangkan sedikit otot lehernya.

Kini mata Jenny berjalan menyusuri seluruh isi kelas. Ia mendengus melihat hampir seluruh isi kelas melihat kearah papan tulis. Semua. Termasuk pria yang baru saja menghentikan pandangannya. Marcus Cavendish. Ia terlihat sangat amat memerhatikan papan tulis dan mendengarkan penjelasan dosen.

Pelajaran Matematika, sepertinya pelajaran ini salah satu pelajaran yang ia suka. Jenny bisa melihat pria itu begitu gigih dalam matematika. Marcus pun selalu maju kedepan saat ada soal yang bahkan belum dimengerti oleh para teman-temannya dikelas. Mungkin selain tampan itulah kelebihan Marcus. Ia pintar dan sangat pandai hampir disemua pelajaran. Tak jarang banyak para gadis yang menyukai dan mengaguminya. Tapi Jenny sedikit merasa aneh, kenapa pria itu malah memilih Joanna sebagai kekasihnya. Apa ia tidak bisa memilih yang lebih baik?

Jenny mengerjapkan matanya berkali-kali agar ia mengalihkan pandangannya kearah lain. Ia tak mau tertangkap basah oleh Marcus, hingga Marcus telah membuatnya malu untuk ketiga kalinya. Tapi memang tidak bisa ia pungkiri Marcus tampan, sangat. Namun kesombongannya membuat ketampanannya kadang tak ada artinya bagi Jenny.

“Ms. Smith” sebuah suara menggema memanggil nama akhirnya. Jenny mendongak dan membulatkan matanya melihat Mr. Underhill guru matematika laki-laki yang horror memanggilnya. Jenny menelan ludah dengan susah.

 “Yes, Sir” Jenny mencoba bersikap senormal mungkin dan tak terlihat salah tingkah didepan teman-temannya. Apakah sekarang seluruh kelas melihatnya?

“Maju kedepan, aku ingin berbicara sedikit denganmu”

Mati kau Jenny Smith! Kutuknya dalam hati.

“Oh, baik” kata Jenny akhirnya. Ia sempat meminta pandangan memohon pada Shella yang berada disampingnya setelah ia beranjak dari tempat duduknya. Ia takut ia tak akan kembali dengan selamat. Okay, itu berlebihan.

“Apa kau mengerti apa yang ada di papan tulis?” tanyanya dengan gaya horror yang melekat didalam tubuhnya.

“Tidak” jawab Jenny cepat.

 “Kenapa?”

“Karena aku memang tidak bisa” jawabnya polos

“Kenapa kau bilang kalau kau tidak bisa?”

“Karena aku tidak bisa, Sir”

“Okay, sebenarnya aku harus bilang kepadamu Ms. Smith.. sepertinya kau butuh privat dalam pelajaranku” ucap Mr. Underhill dan membuat Jenny membelalakan matanya.

“Hah? Private?!!” Jenny terkejut bukan main. Ada pelajarannya dikampus saja ia sama sekali tidak mengerti ataupun tertarik. Apalagi ia harus mendapat tambahan atau privat matematika!

“Tapi kurasa aku terlalu sibuk untuk mengajarmu Ms. Smith..” Jenny langsung mendesah lega mendengarnya. “Heheh kau tidak perlu mengajariku atau memberikan aku privat, Sir. Aku janji aku akan lebih banyak berlatih dirumah” Jenny mencoba meyakinkan Mr. Underhill. Dan ia berharap ia akan berhasil.

“Baiklah, tapi sepertinya kau butuh seorang teman untuk mengajarkanmu”

“Oh tentu, Sir. Aku akan belajar bersama Shella”

“Tidak. Tidak dengan Shella” Mr. Underhill tersenyum, senyuman yang terlihat licik dan mengejek kepada Jenny.

“Apa? Lalu?” Jenny semakin heran, ia benar-benar tidak mengerti apa maksud dari tujuan dosen botak nan tambun itu.

“Mr. Cavendish yang akan mengajarkanmu” ujar dosen itu. Dan entah mengapa Jenny merasa dunia ini terasa seperti sudah dipecah belah. Ia terkejut bukan main. Lebih terkejut daripada ia menonton film horror, lebih terkejut dari apapun!

“Tapi Sir, begitu banyak teman-temanku kenapa harus Marcus? Kenapa bukan Jessica? Dia pintar kan? Waktu pelajar dimensi dia pernah membantuku dan aku berhasil mengerjakannya, hanya saja aku sudah lupa sekarang.. aduuhh.. kumohon jangan dia” pinta Jenny dengan pandangan memohon. Ia memasang muka polos nan melasnya didepan Mr. Underhill berharap pria itu akan memberikan keringanan dan membiarkan Seara untuk mengajarkannya.

“Mr.Cavendish memiliki nilai sempurna dalam matematika. Kenapa kau tidak mau diajarkan olehnya?”

“Ada sedikit masalah. Dan aku juga bisa menjamin dia juga pasti tidak mau mengajarkanku”

“Seharusnya kau bisa membedakan mana urusan pribadi dan kuliah Ms. Smith”

“Bukan bukaaan. Itu sama sekali bukan masalah pribadi, Sir. Oh.. ayolah.. aku mohon”

Mr. Underhill menggeleng. “Dugaanmu salah Ms. Smith. Ia sangat bersedia untuk mengajarkanmu kapanpun.. bukan begitu Mr. Cavendish?”

“Yes, Mr. Underhill”

Apa? Suara siapa itu? Jangan bilang kalauu..

Buru-buru Jenny menolehkan kepalanya kebelakangnya dan ternyata benar. Oh God! Marcus Cavendish sedari tadi berada dibelakang Jenny dan bisa dipastikan pria itu mendengar apapun yang dikatakan Jenny kepada Mr. Underhill. Jenny, kau bodoh atau ceroboh?

Jenny menepuk jidatnya sendiri dengan tangannya.                                         

“Bodoh!” gerutunya kesal.

“Sejak kapan kau berada dibelakangku?!” tanya Jenny ketus. “Sejak aku mendengar kata pribadi yang keluar dari mulutmu” jawab Marcus lalu menyeringai pada Jenny.

“Jenny kau benar-benar bodoh!!” rutuknya pada dirinya sendiri. “Iya. Jenny kau benar-benar bodoh!” kata Marcus mengulang kata-kata Jenny.

“BERISIK KAU!!”

TBC

leave a comment please :)

Kamis, 17 Mei 2012

One Direction - Save You Tonight

Diposting oleh Icha Elias di 07.01 0 komentar
[All]
I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh

[Liam]
It's a quarter to three can't sleep at all
He's so overrated
If you told me to jump, I'd take the fall
And he wouldn't take it

[Harry]
All that you want's under your nose, yeah
You should open your eyes but they stay closed, closed

[All]
I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh

[All]
I can't be no superman,
But for you I'll be super human

[All]
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight

[Zayn]
Oh now you're at home
And he don't call
Cause he don't adore ya
To him you are just another doll
And I tried to warn ya

[Harry]
What you want, what you need
Has been right here, yeah
I can see that you're holding back those tears, tears

[All]
I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh

[All]
I can't be no superman,
But for you I'll be super human

[All]
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight

[Louis]
Up, up and away
I'll take you with me
Up, up and away
I'll take you with me

[All]
I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh

[All]
I can't be no superman,
But for you I'll be super human

[All]
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight
I wanna save ya, save ya, save ya tonight
I wanna save ya, save ya, save ya tonight


credit : http://www.azlyrics.com/lyrics/onedirection/saveyoutonight.html

ya, itu lagu dari SUAMI SUAMI GUE ONE DIRECTION!! hahahahha XD

Under The Sun

Diposting oleh Icha Elias di 06.39 0 komentar
Ini adalah karya yang aku ikut sertakan kedalam lomba GSMG kemarin, dan ternyata. karya ini belum bisa membawa aku dalam kemenangan hahahah XD

selamat membaca ya ^^

Cast : you can find it ;)

Kedamaian?

Apakah arti dari satu kata itu? Aku bahkan sudah tidak bisa mengatakan kata itu dengan lancar. Aku tidak bisa lagi membayangkan kedamaian ada dalam diri kami saat ini. Sangat tidak bisa.

Saat bunyi senapan menjadi lagu kami setiap hari dan setiap detik. Saat aku mendengar teriak-teriakan diluar sana. Aku hanya bisa menangis. Aku hanya bisa berlutut digubukku dengan memeluk kedua lututku. Aku sangat takut.
Banyak sekali orang-orang asing berkulit putih mendobrak pintu rumah kami dan menghancurkan seisi rumah dengan seenaknya. Disitu aku hanya bisa bersembunyi. Seperti aku lah satu-satunya orang yang tidak berguna sementara semua pria melawan dengan segenap raga untuk melindungi desa dan tanah air kami.

“Hentikan!!!!!!!” teriakku kencang. Seluruh tubuhku bergetar ketakutan, keringat dingin mengaliri seluruh tubuhku. Air mata sudah mengaliri dan membasahi pipiku berkali-kali. Aku menatap pria berkulit putih yang bertubuh besar dihadapanku ini dengan tatapan kasar. Ia sedang mengarahkan sebuah senapan kearahku. Ia akan membunuhku.

“Why? Are you scary little girl?” tanyanya dengan aksen bahasanya yang jelas aku tidak mengerti. Ia menurunkan senjata besarnya dan menghampiri dan meraih daguku kasar.
“Lepas....” rintihku padanya. Wajahku masih memandangnya kasar. Karena aku tidak peduli! Yang aku inginkan hanyalah kedamaian. Aku ingin aku dan adik kecilku hidup dalam kedamaian. Jika ia ingin membunuhku, bunuhlah aku sekarang! Tapi, yang aku inginkan hanyalah membuat mereka menghentikan aksi gila mereka.

Pria berkulit putih itu masih melihatku dengan tatapan tajamnya. Aku sedikit berharap ia akan melepaskanku, walaupun aku tau aku tak akan pernah aman meskipun sekarang ia membebaskanku.

“What’s your name?” dia bertanya.

“Desi” jawabku, aku masih sedikit mengerti bahasa yang ia katakan barusan. Meskipun aku tak fasih. “Please, Let me go” kataku terbata. Berharap ia akan melepaskanku.

“Well, Desi”

Ia melepaskan cengkraman tangannya dari daguku. Nafasku masih memburu, aku tak bisa menahan semua amarahku. Tapi aku tau aku tak akan bisa meluapkan semua amarah ini. Aku hanya bisa mengemis meminta ia melepaskanku, karena itulah yang aku bisa lakukan.

“Baiklah Desi, aku membiarkan kau pergi.. pergilah sebelum petugas lain melihatmu” katanya tersenyum.

Apa? Apa katanya barusan? Ia membiarkan aku pergi? Aku tidak percaya!
Aku sangat berterima kasih dengan orang berkulit putih ini. Tanpa pikir panjang aku beranjak dari tempatku terduduk tadi dan berlari. “Terima kasih” ucapku dengan bahasa indonesia. Aku yakin, pria itu pasti mengerti.

Aku berjalan cepat sampil berhati-hati agar tak ada petugas menyeramkan dari para penjajah berkulit putih itu melihatku

“Mr. George” panggil seseorang. Aku menghentikan langkahku, aku mencoba menguping pembicaraan antara orang yang memanggil tadi dengan pria eropa yang menolongku tadi.

“This room is empty” kata pria yang menolongku. Ternyata dia bernama George.
Mr. George.

“We should go from here” tambah Mr. George lalu berjalan keluar pintu.
Hatiku mencelos. Ia menolongku lagi. Itu artinya ia membiarkanku benar-benar pergi dari sini dengan selamat. Satu pelajaran yang sedang kuambil saat ini. Tak semua penjajah itu berhati jahat. Dan aku tak pernah tau apa yang ada dipikiran semua penjajah itu. Mungkinkah itu juga karena keterpaksaan?

Aku langsung berlari tanpa berlama-lama ditempat itu. Saat berada diluar, aku bisa merasakan dan melihat banyak sekali orang-orang yang terkapar tak berdaya dengan bersimpah darah disekitarku.

Begitu banyak asap-asap dari kobaran api yang menyala disekelilingku. Aku menutup mulutku yang terbuka. Air mata kembali mengalir deras dari mataku.
Aku terisak hebat. Aku kembali terduduk sambil menahan sebelah tanganku ditanah. Dadaku sesak. Kenapa desaku seperti ini? Ya Tuhan, aku benar-benar ingin hidup tenang. Ingin hidup didalam kedamaian bersama seluruh penduduk di desa ini dan keluargaku.

Kumohon hentikan semua ini.

Sudah berbondong-bondong orang mengorbankan nyawanya untuk membela negaranya. Jasa pahlawan-pahlawan ini tak akan pernah bisa untuk dibalaskan.
Keluargaku sudah habis. Hanya aku yang tersisa diantara mereka.

Ayah...

Ibu...

Adik kecilku....

Aku merindukan mereka, kehidupan tenang tak bisa mereka rasakan.
Aku mengepalkan tanganku menggenggam semua amarah disana. Aku ingin sekali menghancurkan mereka, memberi mereka pelajaran, membuat mereka kapok dan mengembalikan mereka ke negaranya.

Namun apalah dayaku?

Aku hanyalah seorang gadis berumur tujuh belas tahun yang sama sekali tidak berdaya. Seorang gadis yang bisanya hanya meminta tolong dan hanya bisa menangis.

Aku berlari dengan tergopoh-gopoh. Mencari-cari dimana orang-orang.

“Dimana tempat pengungsiannya?” tanyaku pada diri sendiri. Aku mencari-cari kesemua tempat disekitar. Untunglah, para penjajah sudah pergi dari sini. Mungkin mereka sedang ketempat lain untuk mencari mangsa.

Desaku tidak pantas untuk menjadi makanan mereka!

Aku menghembuskan nafas lega ketika melihat seorang pria seumuranku dan ia adalah salah satu temanku yang masih selamat.

“Arya!!” panggilku kencang. Ia menoleh kearahku. Aku memeluk tubuh pria itu dan melepaskannya beberapa detik kemudian.

“Desi, kamu enggak apa-apa?” tanya Arya. Aku menggeleng.

“Aku enggak apa-apa” jawabku mengeluarkan air mata.
Raut gelisah yang tadinya terlihat kini memudar dari wajahnya. Aku semakin lega melihat salah seorang temanku disini.

Terima kasih Tuhan.

Kemudian ia mengajakku mengungsi kesebuah tenda pengungsian yang tak jauh dari tempat kami bertemu. Disana banyak sekali orang-orang yang masih selamat. Setelah desa kami diserang oleh orang asing yang tidak dikenal. Semua barang-barang dan harta kami habis di bom oleh mereka. Harta yang tersisa dari kami adalah baju yang sedang melekat pada tubuh kami sekarang.

Di tempat pengungsian aku memakan makanan seadanya. Aku melahap semua makanan dengan cepat. Sudah beberapa hari ini aku tidak makan. Arya hanya melihatku yang sedang makan dengan tersenyum lalu ia mengelus puncak kepalaku.
Sore pun tiba. Aku sedang duduk dibawah sebuah pohon didekat bukit didesaku. Aku memandang kearah   , tempat dimana matahari terbenam. Rasanya sangat tentram. Desa dan negeriku ini benar-benar sangat indah ketika aku melihat matahari warna oranye itu menenggelamkan wujudnya. Setidaknya, Aku bisa merasakan ketenangan walaupun sedikit.

Aku tersenyum masih sambil menatap kearah  .

Aku berpikir, andaikan aku adalah matahari. Yang memberikan cahaya kehidupan untuk semua orang di dunia. Untuk memberi hari dan memberi semangat pada mereka. Mungkinkah aku bisa menjadi seorang penyelamat desa ini. Aku memukul kepalaku dan menertawakan khayalanku sendiri.

“Bodoh! Itu hal yang sangat tidak mungkin ‘kan?” kataku tertawa perih.

“Apa yang tidak mungkin?” tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat familiar ditelingaku. Itu Arya, ia ikut duduk dibawah pohon bersamaku.


Aku menggeleng lalu tersenyum. Entahlah, kenapa setiap aku berada didekat Arya. Aku selalu ingin tersenyum walaupun seperih apapun hatiku.

“Apakah aku bisa jadi kaya matahari?” tanyaku pada Arya. Ia menolehkan kepalanya kearahku.
“Hah?” dia tidak mengerti.

“Pertanyaan yang aneh ya? Tapi aku pengen jadi kaya matahari. Dia bisa ngasih kehidupan bagi semua orang didunia ini, dia bisa memberi cahaya penyemangat untuk orang dipagi hari” ucapku

“Hahaha” Arya tertawa. Ya, aku tau itu kata-kata terbodoh yang pernah aku katakan.

“Kalau itu bukan hal yang tidak mungkin. Kau tau tentang tak ada sesuatu yang tidak mungkin ‘kan? Semua hal bisa saja terjadi, jika kita berusaha. Kita harus persatukan tekad dan keberanian kita jika ingin terjadi sesuatu hal yang tidak mungkin itu menjadi mungkin” ujar Arya. Matanya menatap langsung ke mataku. Aku merasakan ketenangan ketika ia menatapku.

“Mungkin?” aku bertanya lagi.

“Iya, mungkin” 

“Kalau begitu, aku bisa menyelamatkan desa kita dari semua orang asing itu?” 
Arya terdiam, ia seperti tidak punya kata-kata untuk dijawab.

“Kalau itu aku tidak tau” katanya mengalihkan pandangannya kearah lain.

“Kenapa? Kau bilang kita bisa membuat semua hal yang tidak mungkin menjadi mungkin! Kenapa kau jadi patah semangat sekarang!! Kau baru saja mengatakan kalau aku bisa melakukan semua itu jika aku mempersatukan tekad dan keberanianku, itu berarti kita bisa membuat perdamaian dan persatuan ‘kan? Tak ada yang tidak mungkin! Itu yang baru kamu bicarakan kan Ar?” aku tidak tahan, darahku seakan bergejolak ketika aku mengatakan hal itu. Aku marah ketika Arya putus semangat.

“Keadaan ini sangat berbeda, Desi” jawabnya padaku. Air mataku mengalir. Seakan desa ini sama sekali tak punya harapan untuk kembali seperti dulu.

“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanyaku hampir putus asa.

“Pindah ke desa lain. Tak ada yang bisa kita lakukan lagi disini” jawab Arya dengan suara datar.

Apa? Pindah ke desa lain dan meninggalkan desa ini?

“Aku tidak mau” jawabku sambil menangis. “Seluruh wilayah didesa kita sudah habis di bom, Desi! Ini adalah satu-satunya tempat yang aman. Dan kita akan aman selamanya disini! Aku yakin besok pasti para orang asing itu akan menemukan kita disini” kata Arya menjelaskan.
Aku hanya menangis, air mata semakin menuruni pipiku. Semakin aku menyekanya, semakin air mata itu jatuh kepipiku.

“Aku tidak mau! Aku punya banyak alasan mengapa aku tidak mau! Aku akan tetap disini. Aku tak akan ikut kau atau kalian semua pindah kedesa lain!!” ketusku lalu beranjak pergi meninggalkan Arya sendirian disana.


Aku berjalan kembali kearah pengungsian. Aku melayangkan pandangan keseluruh arah ditempat ini.

Mereka tertidur dimana-mana, mereka terlihat menyedihkan dengan pakaian lusuh dan suram mereka. Sama sepertiku. Wajahku yang lusuh dan kotor juga sama seperti mereka. Banyak sekali perjuangan yang sudah pahlawan pahlawan itu korbankan untuk desa dan negeri ini! Tapi sekarang kita harus merelakan desa ini untuk orang asing dan pindah ke desa lain. Aku benar-benar tidak bisa membiarkan ini.

Aku kembali sesenggukan melihat pemandangan ini.

Aku menangis sambil menyandarkan kepalaku kebelakang tembok. Aku tidak bisa melupakan semua kenangan sedih ataupun senang ketika aku berada didesa ini.
Aku terus menangis hingga aku tertidur dengan posisi menyandarkan kepalaku. 


Keesokan harinya.

Aku terbangun dengan mendengar suara ribut-ribut. Aku mengumpulkan seluruh nyawaku setelah aku terbangun karena suara bising itu.

“Ada apa ini?” tanyaku terkejut melihat keributan disekitarku. Aku langsung berdiri dari tempatku dan menolehkan pandangan kesegala arah. Suara tembakan dari senapan kembali kudengar ditelingaku. Suara yang membuatku trauma.
Seseorang laki-laki berlari kearahku dan itu Arya. Ia terlihat ketakutan, nafasnya memburu.
“Desi, kita harus pergi dari sini! Mereka sudah menemukan tempat pengungsian kita” katanya yang tanpa babibu langsung menarik tanganku.

“Apa? La...lalu”
Ia menarikku berlari menjauhi tempat yang sudah dipenuhi dengan asap dari bom dan senapan ini.

Kami sudah berlari tapi nihil lawan kami adalah orang asing bersenjata senapan. Kami tidak akan pernah berhasil dengan tangan kosong dan akupun sudah lelah dengan kakiku ini. Dan akupun jatuh tersungkur karena tersandung oleh sebuah batu. Kakiku semakin sakit.

“Arrghhh” ringisku kesakitan. Arya menghampiriku dengan khawatir ia berkata

“Kamu enggak apa-apa? Masih bisa lari?” tanya Arya

“Sakit, aku enggak bisa lari” jawabku menahan rasa sakit dipergelangan kakiku.

“Apa yang sedang kalian lakukan disini?” tanya seorang asing dengan bahasa indonesia yang fasih. Aku dan Arya mendongakan kepala.
Bagus, kami tertangkap.

“Mencoba melarikan diri anak muda?” tanyanya lagi. Orang asing terlihat jauh berbeda dengan Mr. George. Tampangnya sangat menyeramkan. Ia tersenyum licik pada kami. Ia seperti ingin menaikkan senapannya kearah kami.
Arya membelalakan matanya dan menarikku, kami mulai berlari sebelum pria asing itu menembak kami. Mau tidak mau aku melangkahkan kakiku yang terasa sangat amat sakit ini.
Dan

“Dooorrrr!!!” bunyi itu terasa terngiang ditelingaku. Suara yang biasa kudengar dari jauh kini terdengar sangat amat jelas ditelingaku. Suara yang begitu kencang dan sangat amat bergema. Semua jadi terasa pelan bagiku, aku menoleh kearah Arya. Genggaman tangannya terasa melemah. Peluru dari senapan itu masuk kebahunya. Ia tersungkur kebawah tanah.
Aku tidak bisa meninggalkannya. Aku meneriaki namanya.

“Arya!!”
Ia masih sadar, hanya saja matanya terlihat sangat ketakutan dan sangat kesakitan.

“Pergi dari sini...pergi kearah barat, disitu ada helikopter yang akan bawa kamu pindah ke tempat yang aman. Cepet!” suruhnya dengan meringis kesakitan. Aku menggeleng sambil menangis dan meraih kepala pria itu dan meletakkannya dipangkuanku. “Pergi bodoh!” suruhnya lagi.
Kata ‘Bodoh’ pernah ia katakan untuk mengejekku sewaktu desa kami masih tenang dan sebelum kericuhan ini datang. Aku merindukan masa itu.

“Aku enggak akan ninggalin kamu”

“Tapi...”
Sebelum Arya menyelesaikan kata-katanya, pria asing yang tadi menembak Arya kini sudah berada dihadapan kami. Ia terlihat akan menghabisi kami.
Aku menggeleng pada pria asing itu sambil mengeluarkan air mata.
“Kumohon jangan...” pintaku mengemis. Sungguh aku tidak bisa melihat Arya kesakitan seperti ini. Dan aku juga tidak bisa membiarkan seluruh warga desaku sengsara seperti ini. Aku ingin mereka hidup dengan tenang dan kedamaian. Dengan persaudaraan dan kedamaian di indonesia ini.

Aku menangis sedih. Aku menangis sambil memeluk Arya yang masih tidak berdaya dengan luka parah dibahunya.

Pria asing dihadapan kami semakin mantap untuk menarik pelatuk dari senapannya. Ia mengarahkan pistol itu kearahku.

“Sebelum kau membunuhku dengan pistolmu itu. Bolehkah aku bertanya? Apakah kau punya tempat kelahiran? Apakah kau punya tempat tinggal? Apakah kalian semua punya negara? Aku ingin mengatakan ini sejak lama pada kalian! Kalian seperti manusia yang sama sekali tidak punya rasa kemanusiaan sedikitpun! Apakah kalian tidak berpikir kalau kalian berada di posisi kami saat ini? Kalian berada didesa kalian dan orang asing seenaknya mengambil alih dan membunuh seisi desa seakan kalian membunuh seekor nyamuk?!!! Warga desa ini adalah manusia yang punya hak hidup! Kalian sama sekali tidak berhak untuk melakukan mereka seperti ini!” kataku panjang lebar sambil terisak. Aku tidak peduli lagi. Aku sudah mengatakan apa yang aku rasakan sekarang! Aku hanya ingin mengatakan apa yang aku ingin katakan!
Aku terdiam sejenak sambil menghapus air mata dipipi yang sudah semakin membasahi wajahku.

“Desa ini bagaikan seorang ibu bagiku. Desa ini bagaikan orang tua bagiku. Negara ini juga, aku sangat mencintai negara ku seperti aku mencintai keluargaku yang sudah meninggal karena kalian. Karena didesa inilah aku tumbuh besar, karena desa inilah aku bisa mengetahui apa arti kata persaudaraan dan kedamaian yang kurindukan saat ini. Yang bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya damai dan tenang bersama seluruh warga ini. Warga desaku yang sudah kalian habisi” lanjutku masih dengan terisak. Aku tak bisa menahan rasa jengahku karena ulah mereka. Aku tak peduli jika setelah ini aku akan mati tertembak karena senapan mereka. Aku hanya ingin desaku kembali. Aku ingin hidup tenang ditempat kelahiranku.
Wajah pria asing dihadapanku itu datar, ia tak mengatakan apa-apa setelah mendengar semua kata demi kata yang keluar dari mulutku barusan. Aku bisa merasakan Arya meraih tanganku dan kembali menggenggamnya. Seolah kami berdua pasrah dengan apa yang telah kami lakukan. Kami telah berjuang untuk desa ini mati-matian.

Hening sejenak. Aku masih menangis sesenggukan. Aku juga tidak mengerti kenapa suasana disini menjadi hening karena kata-kataku. Aku bahkan tak mendengar bunyi senapan lagi. Mereka seperti mendengarkan apa yang kukatakan.
Brak!! Bunyi senapan jatuh. Aku mendongakan kepalaku dan melihat kearah pria asing itu.
Ia jatuh tertunduk kelantai. “I can’t...i can’t kill them” ucapnya menahan tangis. Pria asing itu ingin menangis?

“Cukup sudah! Aku tidak ingin melihat kalian menyerang desa ini lagi! Bebaskan mereka!” perintah seseorang yang sepertinya ketua dari mereka semua.
Apa? Apa yang barusan mereka katakan? Mereka bilang kami dibebaskan?
Air mata keperihan yang kurasakan kini berubah menjadi air mata kebahagiaan yang sudah berada diujung mata. Aku melihat Arya yang sudah tersenyum melihatku

“Kau berhasil” bisiknya, keadaannya melemah. Tuhan, tolong selamatkan dia.
Beberapa detik kemudian terdengar sorakan dari seluruh orang yang ada disini dan disambut dengan senyuman bahagia yang luar biasa. Sekarang kami bisa merasakan sebuah ketenangan dan kebahagian yang tak terhingga.

Aku tak bisa melukiskan kebahagiaan ini. Sebuah ketidakmungkinan ini sekarang menjadi mungkin! Ah bukan mungkin, tapi menjadi iya!

Aku bisa melihat banyak petugas medis yang mulai terjun kelapangan untuk menolong mereka yang membutuhkan. Dan Arya pun mulai dibawa oleh petugas medis untuk diberikan perawatan.

Aku tersenyum manis dan lega.
Persaudaraan dan perdamaian di indonesia dan didesaku. Ya, aku akan menjadikan desa dan negaraku menjadi negara yang harmonis dan damai.

FIN


setelah anda membaca ...

harap... tampar saya -_______________-

karya bulukan begini masa mau dibawa ke lomba XD hahahahaha

mau dikata apa!!! wkwkwk

yaudah makasih udah baca :) :)

tunggu karya saya selanjutnya ya.. semoga bisa lebih baik lagi.. amin :')

Greyson Chance - Unfriend You

Diposting oleh Icha Elias di 06.24 0 komentar
lagi suka banget lagunya si encen nih yang unfriend you wkwk

"Unfriend You"


I really thought you were the one
It was over before it begun
It's so hard for me to walk away
But I know I can't stay

You're beautiful and crazy too
Maybe that's why I fell into you
Even though you would pretend to be
You were never with me

So it's over yeah we're through, so I'm a unfriend you
You're the best liar ever knew, so I'll unfriend you
Cause I should have known, right from the start
I'm deleting you right from my heart
Yeah it's over, my last move is to unfriend you

I thought in time that you could change
And my time and love would heal the pain
And I didn't want this day to come
But now all I feel is numb

So it's over yeah we're through, so I'm a unfriend you
You're the best liar ever knew, so I'm a unfriend you
Cause I should have known, right from the start
I'm deleting you right from my heart
Yeah it's over, my last move is to unfriend you

You come on to everybody
Everybody all the time
You give up to anybody
What I thought was only mine

Oh oh oh
Oh oh oh
Oooooooh

So it's over yeah we're through, so I'm a unfriend you
You're the best liar ever knew, so I'm a unfriend you
'Cause I should have known, right from the start
That you didn't have a human heart
Yeah it's over my last move is to unfriend you
Unfriend you

Yeah yeah yeah yeah
Woah ohh
Oh oh oh
Oh oh oh
So I'm a unfriend you
Oh oh oh
Oh oh oh
So I'm a unfriend you

 

Icha's Room Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review