Kamis, 12 Januari 2012

Life is Destiny | Part 1

Diposting oleh Icha Elias di 08.31

Author : Icha Mrs. Elias Choi (@MrsEliasChoi on twitter) *pengen eksis*
Genre   : Sad, Angst, Gaje (?)
Ratting : PG 16
Cast       :
Kwon Jiyong or G Dragon Big Bang
Ahn Sohee Wonder Girl
and other cast

Aku tidak akan pernah melepaskanmu walaupun itu adalah sebuah suratan dari takdir, aku tak akan mau melepaskan meskipun kau akan pergi dengan sendirinya. Aku hanya akan percaya padamu. Sekarang hanya ada kau dan aku. Aku akan menerima takdir sekalipun hal itu sangat menyakitkan bagiku, sekalipun hal itu sangat membuatku ingin membunuh diriku sendiri. –Kwon Jiyong-

Aku telah berjanji. Aku telah mengatakan apapun akan aku lakukan demi dirimu. Aku tidak akan pernah percaya jika takdir menyuratkan kita akan berpisah, walaupun takdir berkata lain. Aku akan tetap bersamamu, menjalani semua kisahku bersamamu. Aku akan selalu bersamamu meskipun kita harus melalui kematian agar kita tetap bersama. –Ahn Sohee-

Cinta dan Takdir ….
Dua hal itu.. apakah bisa disatukan? Dua insan yang saling mencintai akan bersatu karena adanya takdir. Tapi bagaimana jika takdir tidak akan menerima mereka berdua untuk bersatu? Apakah bisa mereka melawan sebuah takdir?
---
“Kau percaya akan takdir kan?”
“Jika kita berjodoh, kita pasti akan dipertemukan kembali”

Beberapa kata kata itu masih terngiang dipikiran gadis itu, sesekali ia tersenyum perih jika mengingat hal yang sebenarnya ingin ia lupakan itu
Kata kata itu selalu ada dipikirannya setiap hari, ia tak bisa berhenti memikirkan pria yang sudah mengatakan itu padanya, pria yang sudah mengisi hatinya beberapa tahun ini, pria yang telah menutup pintu hatinya untuk pria lain, pria yang sudah membuat gadis itu hampir gila.
Tangan mungilnya mengambil sebuah album kenangannya, sebuah album foto manis yang sudah terisi penuh. Perlahan ia membuka halaman demi halaman yang telah terpampang foto foto dia dengan pria itu.
Banyak kenangan manis dan pahit yang telah ia dapatkan dan sekarang sudah bertengger disana.
“Kau dimana?” ucapnya pelan sambil mengelus bagian foto itu. Ia tak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis. Ia sangat rindu. Iya, tentu saja. Beberapa tahun terpisah dengan pria pujaannya tentu membuatnya rindu. Ia tak mungkin bisa berbohong soal itu. Tak akan pernah bisa.
Sebelah tangannya menggenggam erat dada kirinya yang terasa begitu sesak saat ia melihat foto dan mengingat kembali memori yang mungkin dulu terasa manis baginya. Sebuah masa lalu yang ingin sekali ia ulang jika ia mampu. Kenangan masa lalu yang ingin sekali jajaki lagi, jika ia bisa ia ingin memundurkan waktu hanya untuk bertemu dengan pria itu. Pria bodoh yang sudah meninggalkannya tanpa izin, pria menyebalkan yang sudah membuat gadis itu jatuh cinta. Dan membuat gadis itu tak bisa berpaling kepada lelaki lain. Air matapun sekarang sudah membasahi pipinya membuat aliran sungai kecil di pipi chubby-nya.
We used to love during the many days we were together
We used to hurt together- making each other’s pain our own

Ahn Sohee buru buru menghapus air mata bening itu dipipinya. Tak ingin jika nanti sahabatnya masuk kedalam kamarnya dan menemukan gadis itu tengah menangis dengan sebuah album kenangan dipelukannya.
Lima tahun, waktu yang tidak singkat bagi Sohee. Waktu yang menurutnya sangat panjang ia lalui sendirian. Tanpa sebuah pilar penyemangat layaknya pria itu dihati Sohee.
“Hey, sedang apa kau?” ucap suara dibelakangnya, pemilik suara itu kini menghampiri tubuh Sohee yang sedang menyeka aliran kecil itu dipipinya. Oh, akhirnya sahabatnya akan mengetahui bahwa ia menangis lagi.
“Ya!! Kau sedang memikirkan pria itu lagi?” kata sahabatnya setengah berteriak. Gadis itu kesal.
 “Ya Sunmi-ah, bisakah kau mengecilkan suaramu? Aku tidak sedang memikirkannya”
“Lalu ini apa??” tangan Sunmi menunjuk kearah album foto yang sekarang sudah berada dimeja.
“Amm… ini .. ini hanya”
“Aish… sudahlah, kau sadar tidak sih? Dia itu sudah mencampakanmu! Dan sekarang kau memikirkannya?? Jangan bilang padaku bahwa kau masih mencintai pria bodoh itu?”
“…” gadis itu diam. Ia bingung harus menjawab apa. Ia bingung dan tidak mampu untuk berbicara atau sekedar menjawab pertanyaan dari sahabatnya.
Sebenarnya Sunmi tau betul bahwa Ahn Sohee masih amat mencintai pria yang fotonya masih disimpan oleh Sohee. Ia sudah berusaha semampunya agar Sohee melupakan pria yang menurutnya jahat itu. Tapi apa yang ia lakukan hanyalah nihil. Sohee terlalu mencintai pria itu. Sohee juga masih memegang teguh dan yakin bahwa pria itu akan kembali kepadanya.
“Maaf…” ucapnya pelan. “A..aku”
“Kau masih mencintainya?” tanya gadis dihadapannya dengan hati-hati, berharap sahabatnya akan mengatakan kata ‘Tidak’
“I..Iya, aku memang masih mencintainya” jawabnya pelan raut wajah Sunmi langsung berubah saat itu juga. Menjadi.. ekspresi yang muak akan sesuatu.
“Kau itu..” Sunmi sudah akan mengomelinya dengan seribu macam kata yang akan keluar dari mulutnya. Tapi saat ia menyadari itu tak akan membantunya, ia mendengus. “Baiklah, terserah kau saja… kupikir tak ada gunanya memikirkan pria brengsek itu” kata Sunmi akhirnya, sebelum ia mengangkat tubuhnya berdiri dari kamar Sohee.
Sohee menundukan kepalanya. Ia bingung. Otaknya saling berkemelut, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan disaat begini. Sahabatnya pun sudah tidak ingin melihat ia dengan keadaan begini.
***
Pria itu meluruskan kakinya ketika ia sudah berada didalam gedung besar itu. Ia sekarang sudah duduk didepan seorang pria yang sepertinya sudah berumur. Pria itu mengangkat lengkungan bibirnya tersenyum keji pada pria itu.
“Ini tugas terakhirmu” Pria tua yang biasa dipanggil Mr. Choi itu memberikan sebuah map berserta berkas-berkas penting didalamnya. Pria muda dihadapannya mengambil map itu dan berkata “Jadi.. pria di foto ini yang harus aku bersihkan?”
“Hahaha kau jangan terlalu sombong Kwon Jiyong, kau bahkan belum pernah melihat rupa orang ini”
“Kau pikir aku sudah pernah bertemu dengan orang – orang yang kubersihkan sebelumnya? Okay, tidak usah banyak bicara.. kurasa sudah banyak orang yang mengagumi kehebatanku ini…” Pria yang bernama Jiyong itu mengambil sebuah remote yang diletakan dimeja itu kemudian mengarahkan kearah televisi dan memencet tombol On. Dalam sekejap TV itu menyala dan menayangkan sebuah channel berita.
Terlihat seorang pembawa berita sedang membicarakan kematian seorang pengusaha besar.
“Seorang pengusaha besar bernama Lee Soo Man meninggal dunia tadi malam di rumahnya. Diduga kematiannya dibunuh oleh seorang pembunuh yang mengenakan pakaian layaknya dokter pribadi keluarga Lee, identitas pembunuh itu masih belum diketahui sampai saat ini.”
Kwon Jiyong tertawa penuh kemenangan dihadapan pria tua itu. Sementara Mr. Choi yang dihadapannya hanya menganga mendengar berita itu.
“Apa? Itu… kau yang membunuh Tuan Soo Man?”
“Itu tugas terbesar yang pernah kujalankan… dan tidak kusangka penjagaan rumah Tuan Lee sangatlah buruk! Ia bahkan tidak bisa membedakan mana Dokter sungguhan dan pembunuh bayaran” jawab Jiyong santai.
“Apa yang kau lakukan padanya? Bagaimana caramu membunuhnya?”
“Tidak sulit.. aku hanya memasukan cairan mematikan dan menyutikkannya pada tangan Tuan Lee”
“Dan.. Bagaimana kau bisa setenang ini sementara seluruh korea mencarimu???” Mr. Choi itu tampak kelagapan, jika saja identitas Jiyong terbuka. Maka ia pun tak akan pernah bisa bernafas dengan tenang lagi. Tapi seharusnya ia tidak perlu seperti itu, karena memang sudah hal biasa pembunuhan seperti itu didalam dunianya.
Jiyong merogoh kantung jasnya dan memberikan sebuah foto kepada Mr. Choi itu. “Ini penampilanku saat pergi ke kediaman tuan Lee”
Mr. Choi itu tersenyum kagum sambil melihat kearah foto itu. “Okay, aku akui kehebatanmu sekarang. Kau memang pembersih terbaik Kwon Jiyong” pujinya setelah melihat foto itu. Didalam foto itu tergambar seorang pria menggunakan jas putih layaknya seorang dokter, Jiyong sedikit memberikan kerutan diwajahnya agar ia kelihatan lebih tua dari umurnya. Tak lupa ia mengenakan sebuah kacamata berbingkai hitam. Dan tentu saja, siapa yang bisa mengira bahwa pria berpenampilan layaknya dokter hebat itu adalah Kwon Jiyong yang sekarang? Kehebetan pria itu memang sudah diakui oleh para pembersih lainnya.
“Pria ini terlihat lebih kecil dariku kan?” tanya Jiyong memandang foto mangsanya selanjutnya.
“Hum, sepertinya begitu.. tapi kurasa dia lebih lincah daripada mangsa-mangsamu sebelumnya. Umurnya jauh lebih muda dari umur Tuan Lee”
“Hahaha… boleh aku meminta bonus untuk tugas terakhirku?”
“Akan kuberikan setelah kau menyelesaikannya” Jiyong mengangkat sudut bibirnya
“Baiklah, aku akan berusaha untuk tugas terakhirku”
“Kau tampak bersemangat Tuan muda Kwon”
Pria yang dipanggil tuan muda itu menoleh dan tersenyum pedih. Seolah didalam kata ‘Tuan Muda’ itu menggambarkan sebuah memori kelam yang ada dibenaknya.
“Iya, setelah ini semua berakhir… aku akan  bertemu gadisku kembali” katanya, matanya berkaca-kaca saat ia mengatakan itu.
“Tak kusangka seorang Kwon Jiyong berhati lembut juga huh?” ledek pria tua yang tak lain adalah bos atau pemimpin dari kumpulan para ‘pembersih’ itu.
***



-          Flashback  -

“Hey gadis tembem” seru sebuah suara dibelakang Sohee. Mendengar suara itu Sohee menoleh. Ia mendengus sebal.
“Siapa yang kau panggil itu huh?” protes gadis itu kesal. Melihat seorang pria yang menghampirinya. Mereka berdua masih menggunakan pakaian SMA.
“Menurutmu ada yang punya pipi lebih tembem darimu itu huh?” balas pria itu tak mau kalah, ia membuat wajah gadis dihadapannya makin terlihat semakin menggemaskan.
“Ish… mau apa kau memanggilku?” tanya Sohee sok acuh. “Hey… Sohee jutek gitu ahh” goda pria itu mencolek dagu Sohee.
“Bagaimana kalau kita bolos hari ini?” ajak pria itu pada Sohee. Mendengar itu Sohee melotot. “Heh! Kau ini sudah tahun terakhir kenapa jadi malas sekolah begini huh?”
“Bukan, aku sih ingin sekolah.. tapi nilaiku itu kan sudah bagus-bagus, jadi tidak perlu sekolah lagi juga bisa” jawab Jiyong polos. “Dan aku ingin mengajakmu kesuatu tempat yang bagus.. Kau mau tidak?” ajak pria itu untuk kedua kalinya.
“Kemana?” Sohee malah balik tanya, matanya terlihat bahwa ia tertarik akan ajakan Jiyong.
“Hum… kasih tau tidak yaaah~” pria itu malah kembali meledeknya. Sohee sudah bersiap untuk mengangkat kakinya dan meninggalkan Jiyong lagi sebelum Jiyong menahan tangan kanannya.
“Ya~!! Aku ini seniormu.. bisakah kau hargai aku sedikit ??”
“Tidak!!” teriak gadis itu ditelinga Jiyong. “Aduh! Teriakanmu itu!!”
“Memangnya kau mau mengajakku kemana?” tanya Sohee lagi yang sudah bisa mengendalikan emosi.
“Sudah ikut saja, hari ini salju akan turun.. dan tempat itu akan lebih indah jika ada salju” Jiyong tersenyum manis sambil menarik tangan kanan Sohee. Saat itu juga Sohee menyadari senyuman pria itu bisa menyejukkan hatinya yang tadi sempat bad mood karena pria itu juga. 
Gadis itu mengeratkan jaketnya sambil menghandle jantungnya yang sudah berdetak tak karuan. Apakah Ia jatuh cinta pada pria ini?
“Kkajja” pria itu menggenggam telapak tangan Sohee dan menuntunnya pergi menjauhi gerbang sekolah mereka.
***

Mereka sudah tiba disebuah taman, taman yang dulu dipenuhi pohon cherry itu kini telah memutih dengan putih salju yang bertebaran disekitar. Yah, karena ini musim dingin tentu saja pohon cherry sudah berguguran dan sekarang giliran putih salju yang menumpuk diatas pohon-pohon itu dan menunjukan keeksisannya.
Ahn Sohee menepuk-nepuk dan menggosokan tangannya ketika ia sudah duduk disebuah bangku didekat sana. Ia menunggu Jiyong yang katanya sedang membelikan secangkir coffe cappuccino untuk dirinya dan gadis itu.
“Hei…” gadis itu menolehkan wajahnya ketika ada sebuah tangan yang menepuk bahunya. Jiyong mungkin yang menepuknya. Sohee sudah siap untuk tersenyum pada Jiyong. Tapi hal itu ia hentikan ketika pria yang baru saja menepuk bahunya itu bukanlah Jiyong.
“Nichkhun? Sedang apa kau disini?” gadis itu bertanya, suasanya hatinya merasa jengkel ketika melihat pria tinggi dan putih itu dihadapannya.
“Kenapa? Apa aku tidak boleh mengunjungi taman ini?” pria itu malah bertanya dan membuat Sohee makin kesal. Okay, sabar Ahn Sohee. Kau hanya perlu meninggalkannya sekarang. Sohee sudah bersiap untuk beranjak dari bangkunya dan meninggalkan taman itu sebelum…
“Tunggu” pria bernama Nichkhun itu menarik tangan Sohee mencegah gadis itu untuk meninggalkannya.
“Apa??!” balas Sohee jutek. “Sedang apa kau disini?” sekarang malah Nichkhun yang bertanya. Hey! Itu kan kata-kataku.. “Aku? Baiklah aku akan jujur. Aku disini menunggu pacarku” jawab Sohee, ia menekankan kata akhir di ucapannya barusan.
“Pacar? Siapa?” Nichkhun mengangkat alisnya penasaran. Iya, ia memang selalu penasaran dengan apa yang dilakukan oleh mantan kekasihnya itu.
Mantan kekasih? Oke, Nichkhun dan Sohee pernah berpacaran selama beberapa bulan. Nichkhun, seorang pria berdarah Thailand ini memang cukup tampan. Bukan, bukan cukup tampan tapi bisa dibilang sangat tampan. Ia juga kaya dan tak jarang bahwa gadis gadis selalu melayangkan pandangan kearahnya jika ia sedang berjalan. Termasuk Ahn Sohee. Dulu ia memang pernah merasakan hal itu –mengagumi Nichkhun- seperti gadis gadis lainnya. Dan sepertinya dewi kwan im sedang berada dipihak Ahn Sohee. Gadis itu berhasil mendapatkan hati dari pangeran Thailand itu. Hingga mereka berpacaran.
Lalu apa yang terjadi? Kenapa hubungan mereka tak sebaik dulu?
Yeah, karena Nichkhun adalah pangeran sekolah dan juga bisa dibilang pria tertampan di sekolah mereka. Nichkhun tertangkap basah sedang berciuman oleh Ahn Sohee. Oh god, padahal Ahn Sohee saja tidak semudah itu untuk memberikan ciumannya pada Nichkhun. Tapi ini?! Gadis lain bersedia memberikan bibirnya kepada Nichkhun??!! Dan saat itu juga Sohee memutuskannya. Ia tidak suka membagi orang yang ia cintai kepada orang lain. Hingga saat itu hubungan mereka berdua retak dan hancur berantakan, Sohee mencoba membuang rasa cinta yang dulu pernah ia berikan pada Nichkhun hingga rasa itu sekarang sudah lenyap. Tapi apa yang dilakukan Nichkhun? Ia masih mencoba untuk merayu Sohee. Ia mencoba meyakinkan hubungannya kepada gadis yang ia cium itu hanyalah main-main. Baiklah, Sohee hanya bisa menutup telinganya dengan apapun yang sudah dikatakan Nichkhun.
Dasar pria brengsek!. Gumam Sohee pelan.
“Apa yang kau katakan?” Nichkhun bertanya, ia tidak mendengar jelas apa yang dikatakan Sohee barusan. Sohee hanya menjawab dengan senyuman juteknya.
“Tidak ada, kupikir aku harus pergi dari sini.” Kata Sohee akhirnya, ia melepas genggaman Nichkhun yang sedari tersampir dilengannya dengan kasar kemudian berjalan meninggalkan pria yang masih berdiri ditengah butiran salju itu.


“Sohee-ya” panggil sebuah suara yang sudah ia kenal. Ia berharap pria yang memanggilnya itu bukanlah pria yang menyebalkan. Menyebalkan dalam artian brengsek seperti Nichkhun.
Sohee mengangkat sudut-sudut bibirnya ketika melihat sosok bernama Kwon Jiyong itu menghampirinya dan memberikannya segelas cappuccino hangat. Ia menyesap cappuccino digelasnya itu perlahan-lahan. Ia tak bisa menahan senyumnya ketika Jiyong berada disampingnya melakukan hal yang sama dengan dirinya. “Tempat ini indah kan?” tanya Jiyong tiba-tiba. Ahn sohee melayangkan pandangannya kesegala arah disana kemudian ia mengangguk. “Ne, indah” jawabnya menyetujui kata-kata Jiyong.
“Kau ingat tidak, disini tempat pertama kali aku berani menegurmu dan karena tempat ini juga kita bisa sedekat ini kan?”
“Benarkah? Aku sama sekali tidak ingat” balas Sohee santai. Jiyong menoyor kepala gadis itu main-main.
“Aduh! Kenapa memukulku sih?!!” protes Sohee tidak terima. “Kau ini bodoh, pikun, polos atau apasih?” Jiyong sudah merasa sangat geregetan dengan gadis dihadapannya itu.
Sohee hanya memajukan bibirnya kesal. “Ish~ aku kan benar-benar tidak ingat!!”
Jujur saja, berbagai macam ekspresi kesal dari Ahn Sohee itu telah membuat pria itu merasa gemas. Jika saja ia boleh mencubiti pipi chubby gadis itu, ia benar-benar akan melakukannya. Ia sungguh menyukai frasa dimana ia sedang meledek Sohee dan gadis itu akan kesal hingga membuat pipi chubby-nya terlihat semakin lucu.
Jiyong menatap Ahn Sohee dengan matanya, terlihat kelembutan dan ketulusan disana. Matanya terlihat berkilat-kilat ketika ia menatap Ahn Sohee. Hingga tatapannya terhenti pada tangan mungil Sohee yang polos dan tak terbalut sedikit kain atau sarung tangan.
Pria itu menggeser tubuhnya untuk memperkecil jarak diantara mereka. Sohee menatap polos pria itu. Matanya seperti berbicara ‘apa-yang-akan-kau-lakukan’
Jiyong hanya tersenyum. Ia beralih berjalan kebelakang tubuh Sohee. Tangan-tangannya meraih pinggang Sohee dan menyampirkannya disana. Sebelah tangannya meraih tangan Sohee untuk menggenggamnya.
Ia memeluk tubuh mungil gadis itu dari belakang. Ia tidak tau kenapa ia bisa begitu refleks melakukanya. Rasanya ia ingin selalu mendekap Ahn Sohee didadanya, ingin selalu bersama gadis mungil yang telah membuatnya jatuh cinta ini. Dan rasanya.. ia sama sekali tidak ingin kehilangan gadis ini. Ia tidak mau! sama sekali tidak mau menjauh dari Ahn Sohee.

Sohee membelalakan matanya ketika merasakan sebuah uluran tangan tersampir dipinggangnya. Ia hampir lupa bagaimana caranya untuk bernafas ketika tangan Kwon Jiyong memeluk tubuhnya dari belakang. Ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Tapi anehnya, ia sama sekali tidak memberontak karena perlakuan Jiyong. Justru ia menikmatinya. Ia merasakan kehangatan saat Jiyong memeluknya dari belakang seperti ini. Ia juga ingin sekali membalas pelukan ini untuk Jiyong. Pipi chubby gadis itu bersemu merah membuat wajahnya semakin terlihat menggemaskan.
“Ditempat ini, tempat pertama kali aku melihat gadis yang kucintai… tempat pertama kali aku jatuh cinta padanya” Jiyong memulai pembicaraan. Ia membisikkan kata demi kata itu tepat disamping telinga Sohee. Membuat gadis itu benar-benar bisa mendengar jelas dan bisa mendengar nada yang Jiyong katakan. Harus ia akui bahwa ia menyukai suara yang dikeluarkan Jiyong itu.
“Lalu? Kenapa menceritakannya padaku?” kata Sohee heran.
“Kau ingin tau?”
Sohee mengangguk. Pria itu masih memeluk Sohee dibelakangnya. Tangannya kini sudah menggenggam kedua tangan Sohee, ia menggenggam lembut kedua tangan mungil itu dan menghangatkan Sohee. Setidaknya sedikit saja.
Jiyong melanjutkan ceritanya kepada Ahn Sohee
“Aku bertemu dengannya tepat pada minggu pertama musim salju, aku tau udara itu sangat membuatnya kedinginan. Aku tidak yakin ia menggunakan sarung tangan pada waktu itu. Gadis itu menangis saat aku melihatnya. Bukan, aku bukan penyebab kenapa dia menangis. Aku hanya heran, kenapa dicuaca salju seindah ini, ia malah menangis?
“Aku menghampiri gadis itu, tentu saja aku tidak tega melihat seorang gadis yang menangis sendirian ditengah taman begini kan? Hehe .. Aku bertanya padanya kenapa ia menangis. Dan kau pasti tau apa yang ia jawab kan? Ia menjawab kalau ia baru saja memutuskan pacarnya yang sangat ia cintai. Aku kembali bertanya kenapa ia bisa memutuskan seorang pacar yang sangat ia cintai.. Dan aku takjub, ia menjawab semua pertanyaanku ditengah isakannya. Aku sedikit berpikir bahwa gadis itu sedikit sinting. Kenapa ia bisa begitu polosnya menjawab semua pertanyaan yang menyangkut privasinya.
“Ia terus menangis dibangku taman itu. Ia tak bisa mengendalikan tangisannya ketika ia bercerita tentang pacarnya yang ia sebut dengan Pangeran dari Thailand itu. Umm, dia bilang dia telah dikhianati oleh pangeran Thailand itu, dia juga bilang kalau pangeran itu sangatlaaah tampan. Kau tau tidak kalau aku sangat iri saat ia berkata pria Thailand itu tampan? Hahaha… mungkin orang disekitar kami berpikir bahwa kami sepasang kekasih yang sedang bertengkar, aku yang hanya diam menyimak curahan hatinya dan dia yang terus mengoceh tiada henti diiringi dengan tangisan sedihnya. Anehnya, aku sama sekali tidak keberatan saat ia mencurahkan isi hatinya padaku. Padahal aku adalah tipe yang cukup malas untuk mendengarkan orang bercerita, tapi tidak dengan cerita gadis itu, suaranya terdengar merdu ketika ia mengeluarkan kata demi kata dari bibirnya.
“Dan sekarang… aku sangat yakin kalau aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis itu. Okay aku tau mungkin jatuh cinta dipandangan pertama itu hanyalah sebuah cerita konyol. Aku dulu cukup percaya, tapi entahlah.. sepertinya aku terkena karma akan hal itu. dan sekarang aku merasakannya. Ini cukup menyiksa tapi semakin lama aku semakin menikmati perasaan ini. Ketika ia ada didekatku aku merasa detik demi detik ini berlalu begitu lama, tapi ketika ia berada jauh dariku, aku merasa detik ini semakin menyiksaku. Aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan senyumku ketika aku melihatnya tertawa lepas. Aku tidak bisa menahan tanganku untuk tidak mencubit pipinya ketika ia sedang marah. Dan aku ingin ia menjadi milikku, aku ingin menjaganya dari semua hal yang membuat sedih, dari semua yang membuatnya sakit. Aku ingin selalu menggenggam kedua telapak tangannya ketika ia tidak membawa sarung tangan, aku ingin menjadi jaket pelindungnya agar terus bisa berbagi kehangatan dengannya. Aku ingin mengatakan semua ini pada gadis itu…menurutmu apa yang akan ia lakukan ketika ia mendengar semua ini dari mulutku? Ia akan meninju wajahku? Menciumku ? Atau bahkan membunuhku huh?” Jiyong menutup mulutnya ketika ia mengakhiri cerita panjang lebarnya. Ia juga mengakhiri kalimat demi kalimat itu dengan semangat. Matanya terlihat berkilat ketika ia menyelesaikan kata-katanya.
Gadis dipelukannya hanya bisa membeku. Bukan, bukan karena ia kedinginan, tapi karena Sohee tau betul siapa gadis yang diceritakan oleh Jiyong, ia tau siapa yang telah membuat Jiyong jatuh cinta. Ia melepaskan tangan Kwon Jiyong yang melingkari pinggangnya kemudian berbalik menghadap pria itu.
“Ka.. Kau…” ia berkata, kata-katanya tertahan melihat mata Jiyong yang kini menatapnya intens.
“Jadi, kau sudah tau siapa gadis yang telah mencuri hatiku Ahn Sohee?” tanya Jiyong, ia masih ingin melihat ekspressi Sohee yang terlihat seperti anak kecil yang sedang kehilangan. Ekspressi kebingungan terlihat jelas disana. Air matapun sudah menumpuk diujung matanya, air matanya sudah siap untuk membasahi pipi tembem Sohee. Dan benar saja, akhirnya gadis itu menangis. Ia menangis terharu. Ia tidak menyangka selama ini ia telah ditipu oleh Jiyong. Iya, Jiyong menipunya! Kenapa baru saat ini ia terus terang. Tidak taukah ia bahwa selama ini Ahn Sohee juga mempunyai rasa yang sama dengannya? Tidak taukah ia bahwa selama ini ia menanti kata-kata itu keluar dari bibir pria itu? tapi apapun yang terjadi. Akhirnya gadis itu berhasil. Ia berhasil membuat Jiyong jatuh hati padanya. 
Sohee menangis diiringi isakan merdunya. “Hei kenapa menangis?” Jiyong bingung, ia menggunakan jari-jarinya untuk menyeka air mata itu. “Bodoh! Kenapa baru mengatakan hal itu sekarang hah?” kata Sohee disela-sela tangisannya. “Jadi kau berharap bahwa aku mengatakan hal itu sebelumnya ya?” ledek Jiyong membuat Sohee meninju pelan lengannya. Jiyong tertawa lepas dan menampilkan jejeran giginya yang putih dan rapih. “Baiklah, aku minta maaf” ujar pria itu kemudian menarik tubuh mungil Ahn Sohee kedalam dekapannya kembali. Ia membiarkan gadis itu menangis sepuasnya didadanya. Membuat gadis itu semakin tenggelam kedalam rasa kasihnya. Ia bisa mendengar jelas suara isakan Sohee dipelukannya, sesekali ia mengelus rambut gadis itu untuk memberi rasa ketenangan.
Jiyong melepaskan pelukannya untuk menatap gadis itu. Ia menatap gadis itu lembut kemudian membuka sebuah kotak kalung berwarna merah dan menunjukannya pada Ahn Sohee. Sebuah kalung kupu-kupu berwarna emas putih dengan beberapa mutiara disekelilingnya sebagai penghias. Kalung yang sangat menakjubkan. “Ahn Sohee, would you be mine?” tanya Jiyong serius, tatapan matanya terlihat sangat serius namun tetap tenang. Bola mata hitamnya menjadi sebuah hal yang menurut Ahn Sohee terlihat sangat indah. Sohee terdiam untuk beberapa detik. Baiklah, ia harus cepat-cepat menjawab. Ia tak akan mau menyesal karena Jiyong menarik kembali pertanyaannya.
“Yes, I would” jawab Sohee dengan mata yang berkilat. Seiring dengan jawaban itu senyuman Jiyong terlukis indah di wajahnya, senyuman yang paling memikat bagi Ahn Sohee. Jiyong beralih mengambil kalung kupu-kupu itu kemudian beranjak kebelakang Sohee dan mengaitkan kalung itu dileher jenjang Ahn Sohee setelah melepaskan syal Sohee sebelumnya.
“Jadi…” Jiyong membuka pembicaraan setelah beberapa menit menit mereka terdiam “Apa?”
“Kau dan aku sekarang berpacaran kan?” tanya Jiyong sok polos “Menurutmu?”
“Kenapa tidak langsung menikah saja ya?” pria itu kembali membuat joke diantara mereka “Ya! Kau gila? Aku masih sekolah!” teriak Ahn Sohee. “Ne, aku tau.. ini hanya bercanda bodoh!”
Jiyong kemudian melangkahkan kakinya mendekati Ahn Sohee, menghapus jarak diantara mereka. Ahn Sohee hanya menundukan kepalanya melihat Jiyong yang sudah mendekatkan tubuhnya kehadapannya.
“Sohee-ya” serunya setelah berdiri tepat dihadapan gadis itu. Jarak mereka hanya terpaut beberapa centi saja. Jiyong mengangkat wajah Sohee agar bisa bertatapan dengannya. Ia menatap sepasang mata Sohee intens. Sohee pun tidak menolak ketika Jiyong mengelus pipinya. Justru ia malah menikmati sentuhan dari Jiyong. Dengan sangat jelas Sohee bisa merasakan desahan demi desahan nafas Jiyong, jantungnya berdegup kencang ketika Jiyong sudah semakin memperkecil jarak diantara wajahnya dan wajah Sohee. Hingga, Jiyong mencium dan melumat bibir gadis itu lembut. Awalnya Sohee membelalakan matanya, namun beberapa detik kemudian ia menutup matanya dan merasakan sentuhan halus dan lembut yang dihasilkan dari bibir Jiyong. Ia sama sekali tidak memberontak ketika Jiyong telah merebut ciuman pertamanya, dan sejarah ciuman pertamanya adalah ditaman ini. Sohee bisa merasakan sebuah ketulusan dan kehangatan dari Jiyong. Tangan kanan Jiyong mengelus pipi Sohee lembut dan sebelah tangannya disampirkan kepinggang gadis itu. Sohee yang juga berperan dalam ini, melingkarkan kedua tangannya dileher Jiyong. Adegan yang selama ini belum pernah ia rasakan. Ini pertama kalinya ia merasakan hal yang seperti ini. Terlebih dengan Jiyong, pria yang sangat ia cintai kali ini. Ia bahkan belum pernah memberikan ciuman pertamanya pada Pangeran Thailand atau yang biasa ia panggil Nichkhun itu. 
Tanpa disadari keduanya, seseorang berada dibalik sebuah pohon yang tak jauh dari jarak Jiyong Sohee berpelukan. Pria itu mengepalkan tangannya seolah menahan semua emosi didalam genggamannya. Matanya terlihat memiliki kemarahan. Ia telah bersumpah dalam hatinya bahwa ia harus mengambil Ahn Sohee dari tangan Jiyong dan membuat Ahn Sohee benar-benar bertekuk lutut kepadanya.

***


Jiyong baru saja tiba dirumahnya setelah ia memakirkan mobilnya dibagasi. Pria itu langsung menghambur masuk kedalam sebuah Kamar. Kamar yang dihuni oleh seorang gadis, umurnya kira kira masih 13 tahun. Namun alisnya berkerut ketika ia tidak menemukan seorang pun berada diruangan itu. kemudian ia melangkahkan kakinya ke taman samping rumah, taman kecil buatan yang menghiasi rumah Jiyong. Senyuman tersungging ketika ia melihat gadis imut duduk diatas sebuah kursi roda sedang memandangi bunga-bunga yang terdapat disana.

“Ya~!” Jiyong langsung menyapa riang gadis itu dengan menepuk bahunya dan berjongkok disamping kursi roda adiknya. Gadis itu tersenyum.
 
“Apa yang kau lakukan disini huh? Diluar dingin sekali.. kau tidak ingin masuk?” tanya Jiyong sedikit khawatir, mengingat hari ini memang cuaca sangat dingin, ia tidak ingin adik kecilnya sakit. Tapi gadis itu menggeleng. 

“Tidak, aku ingin disini” jawabnya. Jiyong tersenyum kecut. “Oppa” gadis itu memanggil Jiyong. “Ne” jawabnya menatap adiknya.

“Kau sudah bertemu Sohee Onnie kan?” tanya adiknya. Jiyong mengangguk menahan senyum. “Iya, barusan aku bertemu dengannya, kenapa? Kau ingin bertemu dengannya juga?”

“Tidak.. tidak, aku tidak ingin kecewa karena melihat keadaan adik Oppa yang seperti ini” kata adiknya masih menatap hamparan bunga yang sudah tertimbun salju dihadapannya. Ekspresi Jiyong tiba-tiba berubah. Ia berjalan menghadap adiknya.

“Hei, kenapa kau bicara begitu? Ahn Sohee bukanlah gadis yang seperti itu. aku janji suatu saat aku akan mempertemukan kau dengannya… dan jangan pernah berpikir Sohee akan kecewa melihat keadaanmu. Sampai kapanpun kau tetaplah Kwon Jihyun, adik kesayangan Kwon Jiyong. Kau mengerti?” Jiyong menatap serius wajah Jihyun yang berkaca-kaca. Ia menginterupsi bahwa ia menyesal dengan keadaannya, kenapa ia tidak bisa seperti gadis-gadis lainnya, gadis – gadis lain yang bisa berlari kesana kemari, bebas keluar rumah tanpa ada larangan, bebas bertemu dengan siapapun. Sebenarnya Jiyong tau, ia sangat tau adik kecilnya ini sangat menginginkan sebuah kebebasan. Ia tau bahwa Jihyun iri dengan gadis-gadis seusianya yang bisa dan bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Sementara Jihyun? Dengan kakinya yang sekarang sudah lumpuh, ia tak bisa melakukan apapun lagi sendiri. Ia hanya bisa melakukan semua dengan bantuan perawatnya ataupun kakak laki-lakinya.

“Aku berjanji padamu, aku akan membawa Sohee kesini dan mengenalkannya padamu”

“Sohee Onnie pasti cantik ya? Sepertinya ia sudah membuat Oppa gila?” kali ini Jihyun tersenyum, dan senyuman itu menular kepada Jiyong.

“Tentu, ia sangat cantik.. sama seperti dirimu” kata Jiyong yang masih belum bisa menahan senyumnya.
 
“Dua orang gadis yang sangat berarti bagiku adalah kau dan Ahn Sohee” Jiyong mengusap lembut rambut panjang Jihyun yang sekarang masih tersenyum. Tangisan membanjiri wajahnya, Jiyong menyeka air mata adiknya itu. “Jangan menangis lagi” kata Jiyong menenangkan. Jihyun menangis bahagia. Ia bahagia ia mempunyai Oppa yang begitu baik dan perhatian padanya, ia bahagia ia mempunyai Oppa yang sangat sempurna baginya.

Sekitar setahun yang lalu Jihyun adalah tidak seperti ini, ia hidup sebagai gadis kecil cantik, hidupnya pun sangat sempurna. Ia memiliki kakak seperti Jiyong dan orang tua yang perhatian padanya. Namun ada sebuah tragedi yang membuatnya menjadi seperti ini. Saat Jihyun dan kedua orang tuanya pergi tanpa Jiyong, sebuah kecelakaan mobil terjadi. Kedua orang tua Jiyong tidak bisa diselamatkan. Hanya Jihyun yang tersisa dari tragedi berdarah itu. Dan kemalangan terjadi untuk Jihyun. Ia tidak bisa menjadi dirinya seperti dulu. Kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, ia sama sekali tidak bisa kemanapun tanpa kursi roda yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Untunglah ia masih memiliki Jiyong yang sangat perhatian padanya, Jiyong si kakak sempurna yang sangat menyayanginya.
Tak ada yang bisa Jiyong lakukan selain menjaga adiknya itu sampai kapanpun.
“Hei.. kau ingin masuk ke kamarmu?” tanya Jiyong memecah keheningan mereka. Jihyun mengangguk sambil tersenyum. Jiyong mengangkat tubuhnya berdiri kemudian memutar kursi roda Jihyun dan mendorongnya menuju kamar Jihyun. Setelah tiba dikamarnya Jiyong menggendong tubuh adiknya itu dan meletakkan tubuh adiknya keranjang dan menyelimutinya.

“Tidurlah… aku berjanji akan menjagamu” katanya sambil mengusap lembut rambut Jihyun. Beberapa menit Jihyun terlelap dalam tidurnya, ia kemudian mengecup singkat kening adik kecilnya dan mematikan lampu kamar adiknya itu.
Jiyong menutup perlahan pintu kamar adiknya, ia tersenyum perih ketika sudah berada diluar kamar Jihyun. Senyuman itu menggambarkan perasaan sakit ketika semua memori pahit tentang keluarganya kembali teringat.

“Ddddrrrrttt” getaran handphone Jiyong mampu membuat pria itu terlonjak, ia merogoh saku jaket seragam sekolahnya kemudian membuka handphonenya. Ia menghembuskan nafasnya kasar ketika ia melihat sebuah nama di display handphonenya.

“Mau apa lagi kau?” tanya Jiyong ketus, nadanya terdengar sangat tidak bersahabat pada orang yang berada di saluran sana.

“Tuan muda Kwon?” orang diseberang saluran Jiyong mulai bersuara. “Iya, ini aku.. mau apa? Sudah kubilang, aku sama sekali tidak ingin masuk kedalam permainanmu Mr. Choi” Jiyong langsung berbicara pada inti masalah. Sepertinya ia sudah hafal dengan panggilan telepon semacam ini.

“Oh ayolah.. ini bisnis yang sangat menguntungkan Tuan muda” kata pria yang dipanggil Mr. Choi oleh Jiyong itu, ia mencoba merayu Jiyong untuk ikut kedalam jeratannya.
“Apa yang kau inginkan dariku? Kau sudah menghancurkan keluargaku dan sekarang kau ingin—”
“Tenanglah, aku bukan orang yang telah menghancurkan keluargamu! Aku adalah orang yang akan membantumu membalaskan dendammu untuk orang yang telah menghancurkan keluargamu”
“Maaf, tapi aku sama sekali tidak tertarik” Jiyong masih ketus, ia ingin buru-buru meriject handphonenya dan mematikan panggilan yang baginya tidak berguna ini.
“Dengar, kau tau ayahmu masih meninggalkan hutang padaku”
“Hutang? Berapa? Aku bisa membayarnya sebanyak yang kau mau!”
“Cish~ hentikan semua kesombonganmu tuan muda, ini bukan masalah uang. Tapi ayahmu harus membayar hutang beberapa nyawa manusia untukku”
“Maksudmu?” Jiyong tidak mengerti, jantungnya berdegup kencang mengiringi. Keringat dingin mengalir disetiap lekuk wajahnya.
“Kau pasti mengerti maksudku tuan muda.. dan asal kau tau, nyawa adikmu dalam bahaya. Aku hanya ingin mengingatkanmu saja. Bergabunglah bersama kami jika kau ingin adikmu aman” kata pria itu akhirnya. Mr. Choi kemudian mematikan saluran telepon lebih dulu. Jiyong tidak jadi mematikan saluran itu lebih dulu. Ia tenggelam dalam sebuah dilema. Apa yang harus ia lakukan? Mr. Choi membawa nama Jihyun dalam hal ini. Jiyong sama sekali tidak ingin terjadi sesuatu pada adiknya. Ia sama sekali tidak ingin. Jiyong menjambak rambutnya kesal. Bodoh! Aku benar-benar pria terbodoh didunia ini! rutuknya pada dirinya sendiri. 

TBC

0 komentar:

Posting Komentar

 

Icha's Room Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review